PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Makalah
Disusun Guna Memenuhi
Tugas Kelompok
Mata Kuliah: Isu-Isu
Kontemporer Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu: Mohtarom, M.Pd. I
Disusun oleh:
Kelompok 06
1. Zaenal Musthafa (1410110024)
2. Tommy Virnanda K (1410110030)
3. Ristiana Nisa’ (1410110074)
4. Retno Dwi Rahmawati (1410110206)
5. Febriani Inayah (1410110426)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN
2017
BAB I
A.
Latar Belakang
Dalam rangka menghasilkan peserta didik
yang unggul dan diharapkan, proses pendidikan senantiasa dievaluasi dan
diperbaiki mengingat perkembangan zaman yang terus berkembang di era
kecanggihan dan teknologi sekarang ini. Salah satu upaya perbaikan kualitas
Pendidikan adalah munculnya gagasan mengenai Pendidikan karakter dalam dunia
Pendidikan di Indonesia. Gagasan ini muncul karena proses yang dilakukan dinilai
belum sepenuhnya berhasil dalam membangun manusia Indonesia yang berkarakter.
Bahkan, ada juga yang menyebut bahwa Pendidikan Indonesia telah gagal dalam
membangun karakter. Penilaian ini didasarkan pada banyaknya para lulusan
sekolah dan sarjana yang cerdas secara intelektual, namun tidak bermental
tangguh dan berperilaku tidak sesuai tujuan mulia Pendidikan.
Perilaku yang tidak sesuai dengan tujuan
mulia Pendidikan misalnya tindak korupsi yang ternyata dilakukan oleh pejabat
yang notabene adalah orang yang berpendidikan. Tindak korupsi ini termasuk
penyalahgunaan jabatan dan wewenang. Belum lagi tindak kekerasan, padahal kita
semua mengetahui dalam bermasyarakat kita harus saling menghargai dan
menghormati bukan malah main hakim sendiri. Kemudian ditambah lagi dengan
perilaku remaja Indonesia yang sama sekali tidak mencerminkan sebagai remaja
yang terdidik. Misalnya, tawuran antar pelajar, tersangkut jaringan narkoba,
atau melakukan tindak asusila yang berujung pada aborsi karena rasa malu akan
hamil diluar nikah.
Kenyataan sebagaimana tersebut tentu
saja membuat prihatin berbagai kalangan. Oleh karena itu, salah satu upaya
perbaikan untuk Pendidikan di Indonesia adalah Pendidikan karakter. Upaya ini
menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa juga diharapkan mampu
menjadi fondasi utama dalam mensukseskan Indonesia di masa mendatang.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang
diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian pndidikan karakter?
2. Bagaimana urgensi pendidikan karakter?
3. Bagaimana pendidikaan karakter dalam
perspektif Islam?
C.
Tujuan
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
isu-isu kontemporer dalam Pendidikan Islam. Diharapkan setelah membaca makalah
ini kita dapat mengetahui:
1. Memahami pengertian pendidikan karakter
2. Memahami urgensi pendidikan karakter
3. Memahami Pendidikan karakter dalam
perspektif Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan Karakter
Pengertian
karakter secara etimologis, kata karakter berasal dari bahasa Latin kharakter
atau bahasa Yunani kharassein yang berarti memberi tanda (to mark),
atau bahasa Prancis carakter, yang berarti membuat tajam atau membuat
dalam.[1] Dalam bahasa Inggris
character, memiliki arti: watak, karakter, sifat, dan peran. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan,
akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari pada yang lain.
Secara
terminologis, para ahli mendefinisikan karakter dengan redaksi yang
berbeda-beda. Endang Sumantri menyatakan, karakter ialah suatu kualitas positif
yang dimiliki seseorang sehingga membuatnya menarik dan atraktif; seseorang
yang unusual atau memiliki kepribadian eksentrik.” Doni Koesoema memahami
karakter sama dengan kepribadian, yaitu ciri atau karakteristik, atau gaya,
atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang
diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil.”[2]
Ki Hadjar Dewantara memandang karakter
itu sebagai watak atau budi pekerti. Dengan adanya budi pekerti, manusia akan
menjadi pribadi yang merdeka sekaligus berkepribadian, dan dapat mengendalikan
diri sendiri. Pendidikan dikatakan optimal, jika tabiat luhur lebih menonjol
dalam diri anak didik ketimbang tabiat jahat. Manusia berkarakter tersebut
sebagai sosok yang beradab, sosok yang menjadi ancangan sejati Pendidikan. Oleh
karena itu, keberhasilan Pendidikan yang sejati ialah menghasilkan manusia yang
beradab bukan mereka yang cerdas secara kognitif dan psikomotorik tapi miskin
karakter atau budi pekerti luhur.[3]
Pendidikan karakter merupakan pendidikan ihwal karakter, atau
pendidikan yang mengajarkan hakikat karakter dalam ketiga ranah, yaitu cipta,
rasa, dan karsa. Berikut adalah makna pendidikan karakter.
1. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mendukung
perkembangan sosial, emosional, dan etis siswa).” Merujuk pada definisi di
atas, pendidikan karakter pada prinsipnya adalah upaya untuk menumbuhkan
kepekaan dan tanggung jawab sosial, membangun kecerdasan emosional, dan
mewujudkan siswa yang memiliki etika tinggi. Sedari kecil, orangtua kita telah
melaksanakan pendidikan karakter (yang waktu itu belum dilabelisasi sebagai
penanaman karakter) yang menyangkut pendidikan sosial, emosional, dan etika.
2. Dirjen Dikti menyatakan, “Pendidikan karakter dapat dimaknai
sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan
watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, mewujudkan, dan menebar
kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepentih hati.”[4]
Menurut Suyanto, setidaknya terdapat Sembilan
pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal. Kesembilan
karakter tersebut hendaknya menjadi dasar Pendidikan karakter sejak kanak-kanak
atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age). Kesembilan pilar tersebut sebagai
berikut:
1. Cinta kepada Allah dan segenap isi-Nya
2. Kemandirian dan tanggung jawab
3. Kejujuran/amanah
4. Hormat dan santun
5. Dermawan, suka menolong, dan santun
6. Percaya diri, pekerja keras, dan pantang
menyerah
7. Kepemimpinan dan keadilan
8. Baik dan rendah hati
9. Toleransi, cinta damai, dan persatuan[5]
B. Urgensi Pendidikan Karakter
Kata urgen dimaknai
sebagai sebuah kemendesakkan. Mendesak artinya segera untuk diatasi, segera
dilaksanakan, dan jika tidak akan ada potensi yang membahayakan. Sesuatu
dikatakan mendesak karena ada tanda-tanda yang mengharuskan suatu tindakan
dilaksanakan, dapat pula waktunya sangat mepet sehingga harus sesegera mungkin.
Mengapa pendidikan karakter mendesak untuk dilaksanakan.
Ada
gejala-gejala yang menandakan tergerusnya karakter bangsa ini. Tanda-tanda
merosotnya karakter bangsa ini, senyampang apa yang dinyatakan Thomas Liekona
tentang sepuluh tanda zaman yang kini terjadi, yakni sebagai berikut:
1.
Meningkatnya
kekerasan di kalangan remaja masyarakat. Kekerasan di kalangan remaja dan
masyarakat akhir-akhir ini memang meningkat. Tawuran antarpelajar, bahkan antar
mahasiswa yang Sejatinya merupakan para calon intelektual terjadi di mana-mana,
Kasus tertentu yang dihakimi sendiri menjadi fenomena yang banyak kita temui di
masyarakat.
2.
Penggunaan bahasa
dan kata kata yang tidak baku. Kata dan bahasa yang tidak baku menjadi fenomena
di tengah masyarakat. Pengunaan bahasa prokem yang mra historis berai dari
komunitas tertentu menjamur di mana-mana. Semisal, “Titi DJ"
(hati-hati-hati di jalan) dan sejenisnya bahkan sempat dikamuskan. Belakangan
muncul bahasa day yang kehadirannya dipicu oleh pola komunikasi dengan SMS yang
memiliki keterbatasan karakter.
3.
Pengaruh peer-group
(geng) dalam tindak kekerasan menguat. Kemunculan geng (terutama anak sma)
di kota-kota muncul dalam kelompok geng-geng motor.
4.
Meningkatnya perilaku
merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alcohol, dan seks bebas.
5.
Semakin kaburnya
pedoman moral bank dan buruk. Moral kini dalam bayang-bayang sudut pandang
relatif. Baik dan buruk bergantung pada siapa dan apa sudut pandangnya. Hal ini
sejatinya tidak boleh terjadi karena sesungguhnya baik dan buruk itu sifatnya
pasti dan diatur dalam berbagai agama.
6.
Etos kerja yang
menurun. Etos kerja yang dipicu oleh spirit yang lemah, artinya pemahaman
sebagai bentuk ibadah tidak dihayati.
7.
Semakin rendahnya
rasa hormat kepada orang tua dan guru. Rendahnya hormat pada orangtua dan guru
disebabkan oleh banyak faktor:
a. gagalnya orangtua sebagai figur bagi anak-anaknya.
b. lingkungan yang tidak kondusif.
c. pemahaman agama yang dangkal.
d. pola asuh anak yang salah.
8.
Rendahnya rasa
tanggung jawab individu dan kelompok. Perilaku tidak tanggung jawab terjadi di
mana-mana, membuang sampah sembarangan, bahkan membunuh bayi hasil hubungan
gelap, merokok di sembarang tempat, dan lain-lain. Tanggung jawab rendah karena
ketiadaan sanksi yang tegas dari penegak hukum dan sanksi moral dari
masyarakat.
9.
Budaya
kebohongan/ketidakjujuran. Korupsi, kolusi, dan nepotisme berawal dari ketidak
jujuran. Bahkan, di dunia pendidikan, ancaman budaya tidak jujur merebak ketika
guru-guru dan siswa berkonspirasi dalam Ujian Nasional.
10. Adanya rasa saling curiga dan kebencian antar-sesama. Curiga dan
kebencian berawal dari clash of ignorance (benturan karena
ketidakpedulian). Kasus konflik antargolongan, saling truth claim dalam
berbagai persoalan bersumber pada ketidak pedulian tersebut. Dalam kondisi
seperti ini, yang dibutuhkan tidak sekadar bagaimana bertoleransi, tetapi
bagaimana membangun komunikasi antarelemen masyarakat.[6]
C.
Pendidikan karakter dalam perspektif Islam
Pembentukan watak atau karakter tentunya
harus dimulai dari pribadi/diri sendiri, dalam keluarga terutama orangtua
sebagai pendidiknya. Dalam Islam terdapat tiga nilai utama, yaitu akhlak, adab,
dan keteladanan. Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggung jawab selain syari’ah
dan ajaran Islam secara umum. Sedangkan adab merujuk pada sikap yang
dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Dan keteladanan merujuk pada
kualitas karakter yang ditampilkan oleh seorang muslim yang baik mengikuti
keteladanan Nabi Muhammad SAW. Ketiga nilai inilah yang menjadi pilar Pendidikan
karakter dalam Islam.[7]
1. Karakter Esensial Dalam
Islam
Pendidikan karakter
merupakan hal utama dan paling utama yang harus dimiliki setiap individu.
Karakter esensial yang dimiliki oleh individu akan membawa implikasi positif
bagi terbangunnya karakter Yang lain. Karakter esensial dalam Islam mengacu
Pada Sifat Nabi Muhammad Saw. yang
meliputi sidik, amanah, fathanah, dan tabligh.
Dari karakter
esensial ini, diharapkan terbentuk insan profetik. Insan dengan watak profetik
tidak memikirkan dirinya sendiri, tetapi berpikir bagaimana dapat memberikan
sebanyak-banyaknya bagi lingkungan (altruistik). Altruistik diartikan sebagai
kewajiban yang ditujukan pada kebaikan orang lain. Altruisme pada dasarnya
dianjurkan oleh semua agama. Dalam lslam, ada ajaran yang menyatakan bahwa
sebaik-baiknya manusia adalah yang berguna bagi orang lain.
Sedangkan, ciri-ciri
karakter Esensial menurut Syaiful Anam dalam Bukunya Barnawi dan M. Arifin yang
berjudul “Pembelajaran Pendidikan Karakter” adalah sebagai berikut:[8]
1. Sadar sebagai makhluk ciptaan Allah. Sadar sebagai makhluk muncul
ketika ia mampu memahami keberadaan dirinya, alam sekitar, dan Tuhan Yang Maha
Esa. Konsepsi ini dibangun dari nilai-nilai transendensi. Nilai-nilai
transedensi merupakan nilai-nilai keilahian. Dari pemahaman akan keberadaan
diri yang tidak lepas dari nilai transedensi, sehingga segala sesuatu dijalani
dengan niat ibadah.
2. Cinta Allah. Orang yang sadar akan keberadaan Allah meyakini bahwa
ia tidak dapat melakukan apa pun tanpa kehendak Allah. Keyakinan ini
memunculkan rasa cinta kepada Allah. Orang yang cinta Allah akan menjalankan
apa pun perintah dan menjauhi larangan-Nya. Karena sesuatu datangnya dari Allah
(dengan usaha yang sungguh-sungguh), pencapaian akan segala sesuatu tidak murni
karena usaha kita, namun ada kehendak Allah. Atas kesadaran ini, sifat sombong,
riya', dan sejenisnya tidak akan ada.
3. Bermoral jujur, saling menghormati, tidak sombong, suka membantu,
dan lain-lain merupakan sifat dari manusia yang bermoral.
4. Bijaksana, karakter ini muncul karena keluasan wawasan seseorang
Dengan keluasan wawasan, ia akan melihat banyaknya perbedaan yang mampu diambil
sebagai” kekuatan. Karakter bijaksana ini dapat terbentuk dari adanya penanaman
nilai-nilai kebinekaan.
5. Pembelajar sejati. Untuk dapat memiliki wawasan yang luas,
seseorang harus senantiasa belajar. Seorang pembelajar sejati pada dasarnya
dimotivasi oleh adanya pemahaman akan luasnya ilmu Tuhan (nilai transendensi).
Selain itu, dengan penanaman nilai-nilai kebhinekaan, ia akan semakin
bersemangat untuk mengambil kekuatan dari sekian banyak perbedaan. Islam
mengajarkan bahwa seorang Muslim hendaknya menjadi manusia pembelajar. Hal ini
dapat dicermati dari ajaran yang menyatakan, “Carilah ilmu hingga ke negeri
China”. Ajaran lain juga menganjurkan bahwa ketika seorang Muslim dalam
perjalanan dan menjumpai majelis ilmu, berhentilah dan ikuti majelis tersebut.
6. Mandiri. Karakter. ini muncul dari penanaman nilai-nilai humanisasi
dan liberasi. Dengan pemahaman bahWa tiap manusia dan bangsa memiliki potensi
dan sama-sama subjek kehidupan, ia tidak akan membenarkan adanya penindasan
sesama manusia. Dari pemahaman ini, memunculkan sikap mandiri sebagai bangsa.
2.
Tujuan Pendidikan Karakter dalam Islam
Pengetahuan keagamaan yang selalu dipupuk di ruang-ruang kelas dan
tempat-tempat ibadah, tidak akan membuat suatu masyarakat menjadi relligius apabila itu semua hanya mengisi ruang kognitif belaka, tanpa penghayatan
yang dihujamkan ke hati nurani, tindakan, dan pemiliran pemeluknya.[9]Pendidikan tidak hanya bertitik berat pada kecerdasan intelektual saja
melainkan juga pembentukan karakter anak. Pendidikan tidak hanya sekedar proses
belajar guna mengejar kecerdasan tetapi juga harus mengembangkan potensi lain
yang dimiliki peserta didik dan mendapat perhatian dari pendidik agar dapat
berkembang secara optimal.
Dari beberapa pengertian di atas maka, karakter tersebut sangat identik dengan akhlak, sehingga
karakter dapat diartikan sebagai perwujudan dari nilai-nilai perilaku manusia
yang universal serta meliputi seluruh aktivitas manusia, baik hubungan antar
manusia dengan tuhan (hablumminallah), hubungan manusia dengan manusia
(hablumminannas) serta hubungan manusia dengan lingkungannya. Oleh karena itu, dalam perspektif Islam,
karakter atau akhlak mulia merupakan suatu hasil yang dihasilkan dari proses
penerapan syariat (Ibadan dan muamalah) yang dilandasi oleh fondasi aqidah yang
kokoh dan bersandar pada al-Quran dan as-Sunah (hadis).
Menurut Abd. Hamid sebagaimana dikutip Zubaedi (2012:66) menyatakan bahwa”.
الاء خلق هى صفات
الانسان الاءدابية
Artinya:“Akhlak ialah segala sifat manusia yang terdidik”.
Memahami pernyataan tersebut dapat dimengerti bahwa sifat atau potensi yang
dibawa manusia sejak lahir, maksudnya potensi ini sangat tergantung bagaimana
cara pembinaan dan pembentukannya. Apabila pengaruhnya positif, maka sama
seperti pendidikan karakter, pendidikan akhlak juga outputnya adalah akhlak
mulia dan sebaliknya apabila pembinaannya negatif, yang terbentuk adalah
akhlak mazmuniah[2].
Maka dari itu
al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
الخلق عبارة عن هيئة فى النفس راسخة عنها تصدر الاء فعال
يسهولة ويسر من غير حجة الى فكروروية
Artinya:“Akhlaq adalah suatu perangai (watak/tabiat) yang menetap dalam
jiwa seseorangdan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan
tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan tanpa dipikirkan atau
direncanakan sebelumnya”. (Zubaedi.2012: 67)
Jadi, pendidikan karakter menurut pandangan Islam adalah usaha sadar yang
dilakukan pendidik kepada peserta didik untuk membentuk kepribadian peserta
didik yang mengajarkan dan membentuk moral, etika, dan rasa berbudaya yang baik
serta berakhlak mulia yang menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
keputusan baik dan buruk serta mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
sehari-hari dengan cara melakukan pendidikan, pengajaran, bimbingan dan
pelatihan yang berpedoman pada al-Quran dan as-Sunah.
Tidak mungkin karakter atau akhlak mulia akan terwujud pada diri
seseorang apabila ia tidak memiliki aqidah dan syariah yang benar. Seorang
Muslim yang memiliki aqidah atau iman yang benar pasti akan terwujud pada sikap
dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari yang didasari oleh imannya. Sebagai
contoh, orang yang memiliki iman yang baik dan benar kepada Allah SWT ia akan
selalu mentaati dan melaksanakan seluruh perintah Allah SWT dan
menjauhi seluruh larangan-larangan Nya. Maka dari itu, ia akan selalu berbuat yang
baik dan menjauhi hal-hal yang
dilarang (buruk).
Tujuan dari pendidikan karakter menurut Islam adalah menjadikan manusia
yang berakhlak mulia. Dalam hal ini yang menjadi tolok ukur adalah akhlak Nabi
Muhammad SAW dan yang menjadi dasar pembentukan karakter adalah al-Quran.
Tetapi kita kita harus menyadari tidak ada manusia yang menyamai akhlaknya
dengan Nabi Muhammad SAW.Sebagaimana seperti dalam hadis riwayat Muttafaq
‘alaih, berikut:
وعن انس رضي الله عنه قال : كان رسول الله صلى الله علي
وسلم احسن الناس خلقا (متفق عليه)
Artinya:“Anas ra. Berkata, “Rasulullah Saw. adalah orang yang paling
baik budi pekertinya””.(Muttafaq ‘alaih).
Tujuan pendidikan karakter menurut Islam adalah membentuk pribadi yang
berakhlak mulia, karena Akhlak mulia adalah pangkal kebaikan. Orang yang
berakhlak mulia akan segera melakukankebaikan dan meninggalkan keburukan.
CRITICAL THINKING
Setelah
mengetahui tentang konsepsi pendidikan karakter yang telah dijelaskan,
maka pandangan Islam terhadap pendidikan
karakter menganggap bahwa pendidikan karakter itu sama dengan pendidikan
akhlak. Akhlak atau karakter sangat penting, karena akhlak adalah kepribadian
yangmempunyai tiga komponen, yaitu tahu (pengetahuan), sikap, dan perilaku. Hal
tersebutmenjadi penanda bahwa seseorang
itu layak atau tidak layak disebut manusia. Karakteradalah watak, sifat,
atau hal-hal yang memang sangat mendasar yang ada pada diriseseorang. Hal-hal
yang sangat abstrak yang ada pada diri seseorang. Sering orangmenyebutnya
dengan tabiat atau perangai.
Pendidikan
karakter pada hakikatnya merupakan pembinaan personal peserta didik secara
terprogram dengan tujuan tertentu bagi lembaga pendidikan. Sekolah secara umum
ataupun sekolah dalam pengertian luas di lingkungan keluarga dan masyarakat
dalam pendidikan karakter menitikberatkan pembinaan ideologi agama, budaya
bangsa yang unggul dan jiwa kepemimpinan, yang sekaligus membangun kekuatan dan
kualitas peserta didik yang berkarakter unggul.
Pada prinsipnya,
tujuan pendidikan harus selaras dengan tujuan yang menjadi landasan dan dasar
pendidikan. Karena tujuan pendidikan bersifat universal dan selalu aktual pada
segala masa dan zaman. Konsep adanya pendidikan karakter pada dasarnya berusaha
mewujudkan peserta didik atau manusia yang berkarakter ( akhlak mulia )
sehingga dapat menjadi insan kamil.
Dengan berbagai
penjelasan di atas, yang berkaitan dengan pendidikan karakterdalam perspektif
Islam, maka dapat dijelaskan bahwa pendidikan karakter dalam Islamsama halnya
dengan “akhlak”. Sehingga pendidikan karakter dalam pespektif Islamlebih
menitikberatkan pada sikap peserta didik, yang hal tersebut pada kehendak
positif
yang dibiasakan, sehingga dia mampu
menimbulkan perbuatan dengan mudah, tanpa
pertimbangan pemikiran lebih dahulu
dalam kehidupan sehari-hari.
Kedudukan akhlak sangatlah urgen dalam
kehidupan manusia, sehingga Allahmengutus Nabi Muhammad SAW. ke muka bumi ini
adalah untuk memperbaiki akhlakmanusia. Akhlak adalah corak seseorang atau
penentu bahwa orang tersebut baikataupun buruk, sehingga dengan inilah akhlak
selalu dijadikan penentu paling terdepandalam setiap persoalan, termasuk dalam
membangun bangsa Indonesia.
Penerapan
pendidikan karakter yang diterapkan di lembaga pendidikan Islam
sangatlah komplit, tidak hanya pada
kejujuran saja, akan tetapi juga terkait dengan
bagaimana mereka manjadi anak yang
selalu terbiasa hidup disiplin, hemat, berfikir
kritis, berperilaku qanaah,
toleran, peduli terhadap lingkungan, tidak sombong, optimis,terbiasa
berperilaku ridha, produktif, dan obyektif.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan karakter merupakan pendidikan ihwal karakter, atau
pendidikan yang mengajarkan hakikat karakter dalam ketiga ranah, yaitu cipta,
rasa, dan karsa.
Adapun urgensi pendidikan karakter, diantaranya: Meningkatnya
kekerasan di kalangan remaja masyarakat, Penggunaan bahasa dan kata kata yang
tidak baku, Pengaruh peer-group (geng) dalam tindak kekerasan menguat, Meningkatnya
perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alcohol, dan seks bebas, Semakin
kaburnya pedoman moral bank dan buruk, Etos kerja yang menurun, Semakin
rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, gagalnya orangtua sebagai
figur bagi anak-anaknya, lingkungan yang tidak kondusif, pemahaman agama yang
dangkal, dan lain-lain.
Karakter esensial yang dimiliki oleh individu akan membawa
implikasi positif bagi terbangunnya karakter Yang lain. Karakter esensial dalam
Islam mengacu Pada Sifat Nabi Muhammad
Saw. yang meliputi sidik, amanah, fathanah, dan tabligh.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, Dian dan
Abdul Majid.Pendidikan Karakter Persepektif lslam. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2012.
Adisusilo, Sutarjo. Pembelajaran
Nilai Karakter. Jakarta: Rajawali Press. 2013.
Wibowo,
Agus dan Sigit Purnama.Pendidikan
Karakter di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013.
Muhaimin,
Akhmad. Urgensi Pendidikan Karakter di
Indonesia. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2013.
Barnawi dan M.
Arifin, Strategi Dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter. Jogjakarta:
Ar-Ruzz. 2013.
Syifa,Ainis. Pendidikan
Karakter dalam Perspektif Islam. Jurnal Pendidikan Universitas Garut , vol. 08. No. 01. 2014.
Mustari,Mohamad.NIlai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan.Raja
Grafindo Persada: Jakarta. 2014.
[1] Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan
Karakter Persepektif lslam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 11.
[2] Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai
Karakter, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm. 28.
[3] Agus Wibowo dan Sigit
Purnama, Pendidikan Karakter di Perguruan
Tinggi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013, hlm. 34
[4] Barnawi dan M. Arifin, Strategi Dan
Kebijakan Pendidikan Karakter, (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2013), hlm. 12-24.
[5] Akhmad Muhaimin, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia,
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013, hlm. 29-38
[6] Barnawi dan M. Arifin, Strategi Dan
Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2013),
hlm. 12-14.
[7] Ainis Syifa, “Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam”,
Jurnal Pendidikan Universitas Garut , vol.
08, No. 01, 2014, hlm. 4-5
[8] Barnawi dan M. Arifin, Strategi Dan
Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2013),
hlm. 25-26.
[9]
Mohamad Mustari, NIlai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan, Raja Grafindo
Persada: Jakarta, 2014, hlm. 9