Jumat, 16 Oktober 2015

sejarah hadis dan perkembangan hadis dari masa ke masa

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.         Latar Belakang Masalah
Hadits merupakan sumber kedua setelah Al-qur’an yang harus menjadi pedoman bagi setiap umat islam di seluruh dunia. Secara tidak langsung hadits merujuk pada permasalahan al-qur’an yaitu menjadi penjelas sehingga umat islam akan lebih memahami apa yang ada disalam al-qur’an tersebut.
Di zaman yang sudah teramat modern ini mempelajari hadits di rasa sangat di butuhkan apalagi sebagai mahasiswa yang  notabennya adalah pendidikan agama islam perlu mempelajari bagaimana permasalahan-permasalahan yang ada di sekitar dan bagaimana cara mematasinya. Dengan adanya hadits atau ilmu yang mempelajari tentang hadist ini akan jauh lebih membantu untuk mengambil solusi dari permasalahn yang ada.
Untuk itu, perlu adanya pengetahuan yang lebih luas lagi dalam mempelajari ilmu hadits ini. Pada pembahasan ini , akan menelaah serta memahami secara rinci  bagaimana sejarah hadits dan perkembangaannya dari masa ke masa.
1.2. Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian sejarah ?
2.      Bagaimana sejarah hadis dan perkembangan hadis dari masa ke masa?
3.      Apa hikmah mempelajari sejarah hadis?
1.3.Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian sejarah
2.      Untuk mengetahui sejarah hadis dan perkembangannya dari masa ke masa
3.      Untuk mengetahui hikmah mempelajari hadis.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Sejarah
Kata sejarah dalam bahasa Yunani adalah ἱστορία yang berarti penyelidikan, pengetahuan yang diperoleh dengan investigasi. Sejarah adalah istilah umum yang berhubungan dengan peristiwa masa lalu serta penemuan, pengumpulan, pengorganisasian, dan penyajian informasi mengenai suatu peristiwa. Istilah-istilah tersebut meliputi kosmik, geologi, dan sejarah. Orang yang ahli mengenai sejarah disebut sejarawan
2.2. Sejarah dan perkembangan hadits dari masa ke masa.
            Jarak wafatnya Nabi Muhammad SAW dengan masa upaya pentadwinan hadits sangat jauh, dan sangat sulit untuk menjaga tingkat orisinalitas hadits tersebut.Oleh karena itu, mengkaji sejarah ini berarti melakukan upaya mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya sehingga sulit untuk di tolak. Perjalanan hadits pada tiap-tiap periodenya mengalami berbagai persoalan dan hambatan, yang antara satu periode dengan periode lainnya tidak sama.
            Periodesasi sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadits sebagai dasar syar’I kedua telah menempuh tujuh periodesasi.
1.      Hadits dalam periode pertama (Masa Rasulullah SAW)
Membicarakan hadits pada masa Rasulullah berarti membicarakan hadits pada awal pertumbuhannya.Rasulullah membina umatnya selama 23 tahun.Masa ini merupakan kurun waktu turunnya wahyu dan sekaligus diwujudkannya hadits. Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris pertama ajaran islam. Wahyu yang diturunkan Allah dijelaskannya melalui perkataan( aqwal), perbuatan (af’al), dan penetapan (taqrir). Sehingga apa yang di dengar, dilihat dan disaksikan oleh para sahabat merupakan pedoman bagi amaliah dan ubudiah mereka. Rasulullah merupakan contoh satu-satunya bagi para sahabat, karena ia memiliki sifat kesempurnaan dan keutamaan selaku Rasul Allah.
a.       Cara Rasulullah menyampaikan hadits.
     Allah berfirman dalam Q.S. Al-Najm (53) : 3-4.
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى,إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى
     Artinya: dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya, Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
     Kedudukan Nabi yang demikian ini otomatis manjadikan semua perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi sebagai referensi bagi para sahabat.
     Tempat-tempat yang biasa dijadikan pertemuan Rasulullah dengan para sahabat seperti di masjid, rumahnya sendiri, pasar, ketika dalam perjalanan atau safar dan ketika muqim berada di rumah. Ada beberapa cara Rasulullah menyampaikan hadits kepada para sahabat, yaitu:
Ø  Melalui para jamaah pada pusat pembinaannya yang disebut majlis al-‘ilmi.
Ø  Rasulullah menyampaikan haditsnya melalui sahabat tertentu, yang kemudian disampaikan kepada orang lain.
Ø  Melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka, seperti ketika haji wada’ dan futhuh makkah.

b.      Perbedaan para sahabat dalam menguasai hadits
             Diantara para sahabat tidak sama kadar perolehan dan penguasaan hadits. Ada yang memiliki lebih banyak, tetapi ada yang sedikit sekali. Berikut adalah hal-hal yang mempengaruhi keadaan tersebut:
a.       Perbedaan mereka dalam kesempatan bersama Rasulullah
b.      Perbedaan mereka dalam kesanggupan bertanya kepada sahabat lain
c.       Perbadaan mereka karena berbedanya waktu masuk ialam dan jarak tempat tinggal dari Rasulullah.
Beberapa orang sahabat yang banyak menerima hadits antara lain :
a.       Yang mula-mula masuk islam yang dinamai assabiqunal awwalun, seperti khulafaur rasyidin dan Abdullah ibnu Mas’ud
b.      UmmahatAl-Mukminin ( istri-istri Rasulullah ) seperti Siti Aisyah dan Ummu Salamah
c.       Para sahabat yang dekat dengan Rasul dan juga menuliskan hadits-hadits yang diterimanya seperti Abdullah Amr ibn Al-Ash
d.      Sahabat yang selalu bertanya secara bersungguh-sungguh seperti Abu Hurairah
e.       Yang lama hidupnya sesudah Nabi, dapat menerima hadits dari sesame sahabat, seperti Anas ibn Malik dan Abdullah ibn Abbas.
c. Menghafal dan Menulis hadits
a. menghafal hadits
Para sahabat dalam menerima hadist dari nabi, berpegang kepada kekuatan hafalannya, yakni menerimanya dengan jalan hafalan bukan dengan jalan menulis.Sahabat-sahabat Rasul yang dapat menulis sedikit sekali. Mereka mendengar dengan hati-hati apa yang Nabi sabdakan. Mereka melihat apa yang Nabi kerjakan. Dan mereka mendengar pula dari orang yang mendengarnya sendiri dari Rasul.Karena tidaklah semua mereka pada setiap waktu dapat menghindari majlis Nabi. Para sahabat menghafal hadist dan menyampaikannya kepada orang lain secara hafalan pula.
Rasulullah bersabda:
d.      لا تكتبوا عني و من كتب عني غير القرا ن فليمحه و حد ثوا عني و لا حر ج و من كذ ب علي متعمدا فليتبوا مقعد ه من النا ر (رواه مسلم)
Artinya: “janganlah kalian tulis apa saja dariku selain Al-Qur’an. Barang siapa telah menulis dariku selain Al-Qur’an, hendaklah dihapus. Ceritakan saja apa yang diterima dariku, ini tidak mengapa. Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka”. (HR Muslim)
b. Menulis Hadits
Di balik larangan Rasulullah SAW. Seperti pada hadits Abu Sa’id Al-Khudri diatas, ternyata ditemukan sejumlah sahabat yang memiliki catatan-catatan dan melakukan penulisan terhadap hadits dan memiliki catatan-catatannya, seperti: Sahifah Abdullah Ibn Amer Ibn Ash yang dinamai “ ash shadiqad”. Sebagian sahabat menyatakan keberatannya terhadap pekerjaan yang dilakukan Abdullah.“ anda selalu menulis apa yang anda dengar dari nabi, padahal beliau kadang-kadang dalamm keadaan marah, lalu beliau menuturkan sesuatu yang tidak dijadikan syari’ah umum“.
Mendengar itu Abdullah pergi bertanya kepada Nabi, “apakah boleh dia menulis hadits-hadits yang didengarnya dari Nabi”. Nabi menjawab yang artinya : “ tulislah apa yang anda dengar daripada ku, demi Tuhan yang jiwa ku ditangan Nya, tidak keluar dari mulut ku, selain kebenaran”.
      Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, larangan Rasulullah SAW. Menuliskan hadits adalah khusus ketika Al-Qur’an turun.Ini karena ada kekhawatiran tercampurnya naskah ayat Al-qur’an dengan Hadits. Al-Nawawi dan Al-Suyuthi memandang, bahwa larangan tersebut dimaksudkan bagi orang yang kuat hafalannya, sehingga tidak ada kekhawatiran akan terjadi lupa. Akan tetapi bagi orang yang khawatir lupa atau kurang kuat ingatannya, dibolehkan mencatatnya.

2.      Hadits dalam periode kedua ( masa khulafaur rasyidin)
Masa periode kedua (khulafaur rasyidin) yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib yang berlangsung sekitar tahun 11H sampai dengan 40 H. masa ini juga disebut dengan masa sahabat besar. Karena pada masa ini perhatian para sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran al-Qur’an, maka periwayatan hadits belum begitu berkembang, dan kelihataanya berusaha membatasinya. Oleh karena itu, masa ini oleh para ulama dianggap sebagai masa yang menunjukkan adanya pembatasan periwayatan ( al-tasabbut wa al-iqlal min al-riwayah).
Perintah mentablighkan hadits diberitakan oleh Abu Daud dan At Turmudzy dari riwayat Zaid bin Tsabit, bahwa Rasulullah bersabda :
نَضَّرَاللهُامْرَأًسَمِعَمِنِّيْمَقَالَتِيْفَحَفِظَهَاوَوَعَاهَافَأَدَّاهَاكَمَاسَمِعَفَرُبَّمُبَلَّغِأَوْعٰىمِنْسَامِعٍ
Artinya: mudah-mudahan Allah mengindahkan seseorang yang mendengar ucapanku, lalu dihafalkan dan dipahamkan dan disampaikan pada orang lain persis sebagai yang dia dengar karena banyak sekali orang yang disampaikan berita padanya, lebih faham daripada yang mendengarnya sendiri.
a.       Hadits dimasa Abu Bakar dan Umar bin Khattab
Perkembangan hadits dan membanyakkan riwayatnya, terjadi sesudah masa Abu Bakar dan Umar, yaitu masa Usman dan Ali.
Dalam masa khalifah-khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadits belum lagi diluaskan. Beliau-beliau ini mengerahkan minat umat ( sahabat) untuk menyebarkan al-Quran dan memerintahkan para sahabat untuk berhati-hati dalam menerima riwayat-riwayat itu.
Sebab-sebab pada masa Abu Bakar dan Umar hadits tidak tersebar dengan pesat dikarenakan pada waktu itu, beliau lebih menekankan pada pengembangan al-Quran dan pengembanagan kebagusan tajwidnya, serta mencegah mereka membanyakkan riwayat.
b.      Hadits dimasa Utsman dan Ali.
Ketika pemerintahan dipegang oleh Utsman r.a, bergeraklah sahabat-sahabat kecil untuk mengumpulkan hadits dari sahabat-sahabat besar, sehingga mulailah mereka mencari hadits.
                        Cara-cara para sahabat Nabi  meriwayatkan hadits ada dua yaitu :
a.       Adakala dengan lafal asli, yakni menurut lafal yang mereka terima dari Nabi yang mereka hafal benar lafal dari Nabi.
b.      Adakala dengan memaknainya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya bukan lafalnya karena mereka tidak hafal lafalnya yang asli lagi dari Nabi SAW.
Hadits dalam periode keempat ( masa pembukuan dan pengumpulan hadits)
            Pembukuan dan pengumpulan hadits adalah pembukuan secara resmi yang berdasarkan perintah kepala negara, dengan melibatkan beberapa personil yang ahli dibidangnya.Bukan yang dilakukan secara perseorangan atau unuk kepentingan pribadi, seperti yang terjadi pada masa Rasulullah SAW.
            Usaha ini dimulai pada masa pemerintahan islam yang dipimpin oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz (khalifah kedelapan dari kekhalifahan Bani Umayyah), melalui instruksinya kepda para pejabat daerah agar memperhatikan dan mengumpulkan hadits dari para penghafalnya. Kepada Abu Bakar ibn Muhammad ibn Amr ibn Hazm (gubernur Madinah), ia mengirin instruksi yang berbunyi :
            “ perhatikan atau periksalah hadits-hadits Rasul SAW. kemudian tuliskanlah ! aku khawatir akan lenyapnya ilmu dengan meninggalkan para ulama ( para ahlinya ). Dan janganlah kamu terima kecuali hadits Rasul SAW.
Latar belakang munculnya pemikiran pembukuan dan pengumpulan hadits adalah:
a.       Ia khawatir terhadap hilangnya hadits-hadits dengan meninggalkan para ulama di medan perang
b.      Ia khawatir juga akan tercampurnya antara hadits-hadits yang shahih dengan hadits-hadits palsu.
Hadits dalam periode kelima (masa pentashihan dan penyusunan kaidah-kaidah hadits)
Mula-mula kebanyakan ulama islam mengumpulkan hadits-hadits yang terdapat dikota mereka masing-masing. Sebagian kecil saja diantara mereka yang pergi ke kota lain untuk kepentingan hadits.
Keadaan ini di pecahkan oleh Al-Bukhary.Beliaulah yang mula-mula meluaskan daerah-daerah yang dikunungi untuk mencari hadits.Beliau pergi ke Maru, Naisabur, Rei, Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Madinah, Mesir, Damsyik, Qaisariyah, Asqolan, dan Himsah.
Ringkasnya, beliau membuat langkah mengumpulkan hadits-hadits yang tersebar di berbagai daerah.Enam belas tahun lamanya terus menerus Al-Bukhari menjelajah untuk menyiapkan kitab shahihnya.
Pada mula-mula dahulu ulama-ulama islam menerima hadits dari para perowi, lalu menulis kedalam bukunya, dengan tidak mengadakan syarat-syarat menerimanya dan tidak memperhatikan shahih tidaknya. Musuh yang berkedok dan berselimut islam melihat kegiatan-kegiatan ulama hadits dalam mengumpulkan hadits. Maka mereka pun menambah kegiatannya untuk mengacau balaukan hadits, yaitu dengan menambah-nambah lafalnya atau membuat hadits maudhu’.
Melihat kesungguhan musuh-musuh islam dan menginsafi akibat-akibat perbuatan mereka, bersungguh-sungguhlah ulama-ulama hadits membahas keadaan perawi-perawi dari berbagai segi : keadilan, tempat kediaman, masa dan lain-lain, memisahkan hadits-hadits yang shahih dari yang dhaif yakni mentashihan hadits.
Pembahasan mengenai diri pribadi perawi mewujudkan:
a.       Kaidah-kaidah hadits
b.      Illat-illat hadits
c.       Tarjamah perawi-perawi hadits.
Dimasa ini merupakan puncak dari usaha pembukuan hadits, kitab-kitab hadits mulai tersebar kedalam masyarakat dan disambut dengan antusias oleh masyarakat, kemauan menghafal, membukukan hadits semakin meningkat, tokoh central dalam perkembangan hadits dimasa ini adalah al-Bukhori karena beliaulah yang sangat gencar meluaskan daerah yang dikunjungi untuk mencari hadits.
Dimasa ini pula sudah dilakukan penyaringan hadits sahih oleh para ulama’, dan pekerjaan yang mulia ini kemudian diselelnggarakan dengan sempurna oleh Al-Imam Al-Bukhori dengan menyusun kitab Al-Famius Shahih.

2.3.Hikmah Mempelajari Sejarah Hadits
Hikmah mempelajari sejarah perkembangan Islam pada abadmodern dapat disikapi dengan sejarah tersebut dapat memberikanide dan kreatifitas tinggi untuk mengadakan perubahan-perubahansupaya lebih maju dengan cara yang efektif dan efisien, Problema- problema masa lalu dapat menjadi pelajaran dalam bidang yangsama pada masa yang selanjutnya, Pembaharuan dapat dilakukandalam berbagai bidang baik ekonomi, pendidikan ,politik dan lainsebagainya

2.4.Analisa
Dengan mengetahui pertumbuhan dan perkembangan sejarah hadits, maka kita akan lebih meyakini hadits sebagai dasar hukum Islam yang ke dua setelah Al-Qur’an. Kita semakin yakin bahwa hadits berfungsi sebagai pedoman untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada dalam kehidupan di sekitar kita. Periode sejarah hadits diklasifikasikan ke dalam delapan periode dari periode pertama yakni periode Nabi Muhammad SAW hingga periode ke delapan yakni periode tahun 656 H sampai sekarang.
Hadits dijelaskannya melalui perkataan( aqwal), perbuatan (af’al), dan penetapan (taqrir) oleh Nabi Muhammad SAW. Sehingga apa yang di dengar, dilihat dan disaksikan oleh para sahabat merupakan pedoman bagi amaliah dan ubudiah umatnya terdahulu hingga saat ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar