Jumat, 16 Oktober 2015

THAHARAH DAN PERMASALAHANNYA

THAHARAH DAN PERMASALAHANNYA
Makalah

Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Fiqih Ibadah
Dosen pengampu: Sanusi, M.Pd.I




Disusun oleh kelompok 3:
1.    Nur Maliya Farkhanah                            (1410110044)
2.    Muhammad Amrul Hakim                      (1410110045)
3.    Ristiana Nisa’                                            (1410110074)
Kelas: B-PAI
 


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam. Dengan adanya hukum, perilaku kehidupan kaum muslimin secara keseluruhan dapat diatur denan terstruktur. Oleh karena itu, kaum muslimin dalam menjalani kehidupan sehari-hari tidak akan pernah lepas dari hukum Islam. Salah satunya yaitu dalam konteks bersuci (tahaharah). Thaharah atau mensucikan badan dari najis hukumnya menjadi wajib karena menjadi suatu keharusan. Misalnya dalam melakukan sebuah ibadah kepada Allah, kaum muslimin harus bersih dari segala najis, sedangkan manusia itu sendiri tidak pernah lepas dari yang namanya najis (kotoran).
Apabila kaum muslimin tidak bersuci terlebih dahulu ketika akan melakuakan suatu ibadah, maka segala ibadah yang dilakukan akan sia-sia bahkan mendapat dosa dari Allah SWT. Meskipun bersuci terlihat sederhana dalam praktiknya, namun menjadi keliru atau menimbulkan madharat apabila dalam bersuci tidak memakai tata cara bersuci denan baik dan benar yang sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan oleh syariat Islam.
 Maka dari itu, dalam makalah kali ini akan membahas tentang bagaimana cara bersuci dengan baik dan benar yang sesuai dengan syariat agama Islam yan telah disyariatkan sebelumnya. Serta menjelaskan beberapa hal yang menjadikan kaum muslimin diharuskan untuk melakukan bersuci (thaharah).

B.            Rumusan Masalah
1.    Apa pengeertian thaharah?
2.    Bagaimana hukum thaharah?
3.    Apa saja alat-alat untuk thaharah (bersuci) ?
4.    Apa saja barang-barang yang termasuk kategori najis?
5.    Bagaimana cara membersihkan najis?
6.    Apa saja macam-macam thaharah?

C.           Tujuan
1.    Menjelaskan pengertian thaharah
2.    Menjelaskan hukum thaharah
3.    Menerankan secara rinci alat-alat yang digunakan untuk thaharah
4.    Menyebutkan dan menjelaskan barang-barang yang dikategorikan najis
5.    Menjelaskan tata cara membersihkan najis
6.    Menyebutkan dan menjelaskan macam-macam thaharah





















BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Thaharah
Kata thaharah bersal dari bahasa Arab اَلطَهَارُ  yang secara bahasa artinya  kebersihan atau bersuci. Menurut syara’ ialah suci dari hadats atau najis, dengan cara yang telah ditentukan oleh syara’ atau menghilangkan najasah, mandi, dan tayamum. Hakikat thaharah ialah memakai air atau tanah atau salah satunya menurut sifat yang disyariatkan, untuk menghilangkan najasah dan hadats.
Bersuci itu dibagi dua : lahir dan batin. Bersuci batin ialah mensucikan diri dari dosa dan maksiat dari kotoran kemusyrikan, keraguan dan kebencian, dengki, curang, tipuan, takabur, riya’. Caranya dengan bertindak ikhlas, yakin, cinta kebajikan, benar, tawadhu, hanya menghendaki kerelaan Allah, bagi setiap perbuatan.
Kebersihan lahir ialah bersih dari kotoran dan hadats. Kebersiha kotoran cara menghilangkan dengan menghilangkan kotoran itu pada tempat ibadah, pakaian yag dipakai, dan pada badan seseorang. Sedang kebersihan dari hadats dilakukan dengan mengambil air wudhu atau mandi.
    
B.            Hukum Thaharah
Bersuci hukumnya wajib, berdasar firman dan sunnah Nabi Saw. Adapun firman Allah ialah surat al-Baqarah ayat 222:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya: ”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

Dan surat al-Maidah ayat 6:
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
Artinya: “Dan jika kamu junub maka mandilah.”
Dan surat al-Muddatstsir ayat 4:
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
Artinya: “Dan pakaianmu bersihkanlah.”       
النظافة من الايمان (رواه مسلم)
Artinya : “Kebersihan itu adalah sebagian dari iman.”(HR.Muslim)

C.           Alat bersuci
Alat bersuci ialah air, berdasar firman Allah, QS. al-Anfal ayat 11:
وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ
Artinya: “Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit  untuk menyucikan kamu dengan hujan itu.”
Dan QS. al-Furqan ayat 48:
وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا
Artinya: “Dan kami turunkan air dari langit yang sangat bersih.”

Air pada umumnya dibagi menjadi empat:
1.    Air mutlaq
Hukumnya suci dan dapat untuk bersuci, artinya airnya sendiri bersetatus suci, dan dapat untuk bersuci, seperti untuk wudhu, mandi, dan membersihkan najis. Yang termasuk air mutlaq ialah :
a.    Air hujan
Sesuai firman Allah dalam QS. al-Furqan ayat 48, yang artinya:
“Dan kami turunkan dari langit air yang sangat bersih.”
b.    Air salju dan air es
Hadits Nabi Saw diriwayatkan oleh Abu Hurairah, yang artinya:
“Rasulullah dahulu, apabila telah membaca takbir, diam sebentar, sebelum membaca fatihah, maka aku berkata: “Wahai Rasulullah, demi ayah, engkau dan ibuku, adakah engkau mengetahui apakah yang engkau baca dikala diammu, di antara takbiratul ihram dan membaca fatihah?” Sabda Nabi: Aku berkata: “Ya Allah, jauhkanlah jarak antaraku dengan kesalahanku sebagaimana engkau menjauhkan antara barat dan timur, ya Allah bersihkanlah kami dari kesalahan seperti membersihkan pakaian dari kotoran, ya Allah cucilah kami dari kesalahan kami dengan air salju dan air es.” (HR. Jama’ah kecuali At-Tirmidzi).
c.    Air laut
Sabda Nabi Saw oleh Abu Hurairah, yang artinya:
“Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah dengan katanya: “Wahai Rasulullah, kami berkendaraan di laut dan kami hanya membawa sedikit air apabila kami wudhu dengan air itu, kami akan kehausan, apakah boleh berwudhu dengan air laut?” Maka Rasulullah menjawab: “Laut itu airnya suci bangkainyapun halal”. (HR. Khomsah).
d.   Air Zamzam
Hadits yang diriwayatkan oleh Sayidina Ali r.a, yang artinya:
“Bahwasanya Rasulullah Saw minta diambilkan air satu ember penuh dari air zamzam lantas Nabi minum dan berwudhu dengan air tersebut.” (HR. Ahmad).

2.    Air Musta’mal
Air sisa yang mengena badan manusia karena telah digunakan untuk wudhu dan mandi, disebut air musta’mal. Hukum air musta’mal sama dengan air mutlaq, yaitu suci dan mensucikan. Sesuai sabda Nabi Saw oleh imam Ahmad Tirmidzi dalam lafadz Abu Daud, yang artinya:“Sesungguhnya Rasulullah Saw mengusap kepalanya dengan sisa air wudhu yang ada dalam kedua tangannya.”

3.    Air yang bercampur dengan barang yang suci
Air yang bercampur dengan barang yang suci, seperti air sabun, atau air seperma. Hukumnya suci selama air itu terjaga kemutlakannya, sehingga tidak merubah nama itu bukan air mutlaq lagi. Air yang sedikit bercampur dengan barang yang suci seperti sabun tadi dan tidak berubah statusnya, hukumnya suci dan mensucikan, tetapi kalau campurannya banyak sehingga bukan air mutlaq lagi bahkan air sabun umpamanya, maka hukumya suci tapi tidak mensucikan. 

4.    Air sisa yang diminum oleh hewan
Binatang yang tidak haus seperti himar dan kucing, maka airnya tidak najis. Seperti sabda Nabi Saw, yang artinya: “Apakah engkau berwudhu dengan air sisa himar?” dijawab: “ya, dan dengan air sisa semua binatang buas.”

D.           Barang-barang yang najis
Barang-barang yang ada disekitar kita, tidak semuanya suci. Namun, ada beberapa di antaranya yang dihukumi najis dalam syari’at. Barang ini perlu diketahui kenajisannya agar tidak salah dalam menggunakannya, dan bisa mengenal cara membersihkannya. Najis bisa mempengaruhi sahnya shalat seseorang. Jika ia bernajis, maka harus dihilangkan najis yang melekat di baju atau badan. Jika najis keluar dari dubur harus beristinja’ darinya.
Para ahli ilmu atau ulama’ telah mengadakan tahqiq (pemeriksaan) terhadap barang-barang yang ada disekitar kita, ternyata barang-barang najis lebih dari satu, di antaranya :
1.    Tinja  Manusia (kotoran manusia)
Kotoran yang keluar dari tubuh seorang manusia melalui duburnya. Kotoran ini harus dibersihkan dengan cara istinja’ (cebok). Jika mengenai sandal atau sepatu, maka dibersihkan.
2.    Kencing Manusia
Kencing manusia atau hewan yang termasuk barang-barang najis yang harus dibersihkan oleh seseorang.
Anas r.a berkata,
أنَّ أَعْرَابِيًّا بَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَقَامَ إِلَيْهِ بَعْضُ الْقَوْمِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  دَعُوْهُ وَلاَ تُزْرِمُوْهُ قَالَ فَلَمَّا فَرَغَ دَعَا بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَصَبَّهُ عَلَيْهِ
“Ada seorang Arab Badui pernah kencing di masjid, maka sebagian orangpun   bangkit dan menuju kepadanya. Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Biarkan (ia kencing), janganlah kalian memotongnya”.
Anas berkata, “Tatkala orang itu selesai kencing, maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- meminta seember air, lalu menuangkannya pada kencing tersebut. {HR. Al-Bukhariy dalam Shahih-nya (6025) dan Muslim dalam Shahih-nya (284)}.
3.    Madzi, dan Wadi
Madzi adalah cairan yang keluar dari manusia ketika syahwatnya memuncak. Sedangkan wadi adalah cairan najis yang keluar dari kemaluan seseorang ketika ia buang air, karena mengalami sakit, atau lelah, tanpa disertai oleh syahwat.
Adapun keluarnya madzi ini menyebabkan seseorang harus bersuci, karena madzi adalah najis seperti halnya dengan kencing yang keluar dari kemaluan manusia.
4.    Darah Haid
Darah haid merupakan barang najis yang harus dibersihkan dari badan atau pakaian kita yang terkena, utamanya ketika hendak melakukan ibadah di saat darah haidh terputus, atau saat ingin berhubungan dengan suami.

5.    Kotoran Binatang yang Tidak Dimakan Dagingnya
Binatang yang tidak dimakan dagingnya, seperti; anjing, kucing, babi, monyet, dan lain-lain, maka kotoran (tahi) dan kencingnya merupakan najis.
Abdullah berkata, “Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- ingin buang air, lalu berkata, “Berikan aku tiga buah batu”. Kemudian aku dapatkan dua buah batu dan kotoran (tahi) himar, maka beliau mengambil dua buah batu tersebut dan membuang kotoran (tahi) seraya bersabda,
هِيَ رِجْسٌ
“Dia (kotoran) ini najis”. {HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya(155)}
6.    Anjing, Liurnya, dan Sisa Minumannya.
Di antara barang-barang najis adalah anjing, liurnyan dan sisa minumannya. Kenajisannya telah dijelaskan oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- dalam sabdanya:
طُهُوْرُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُوْلَاهُنَّ بِالتُّرَابِ
“Cara menyucikan bejana salah seorang di antara kalian yang dijilat anjing, dicuci sebanyak tujuh kali, awalnya dengan tanah”.{[HR. Muslim dalam Shahih-nya (279)}.[1]
7.    Bangkai
Bangkai adalah hewan yang mati secara tidak wajar, tanpa melalui penyembelihan yang syar’i, seperti dicekik, dipukul, disetrum, dijepit, atau ditabrak. Bangkai merupakan najis, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda:
إِذَا دُبْغَ اْلإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ
“Apabila kulit bangkai disamak, maka ia sungguh telah suci”. {HR. Muslim dalam Shahih-nya (366) dan Abu Dawud dalam Sunan-nya (4105)}
E.            Klasifikasi najis dan cara mensucikannya
Najis (Najasah) menurut bahasa artinya adalah kotoran. Dan menurut Syara’ artinya adalah sesuatu yang bisa mempengaruhi Sahnya Sholat. Seperti air kencing dan najis - najis  lain sebagainya.
Najis itu dapat dibagi menjadi Tiga Bagian:

1. Najis Mughollazoh
Yaitu Najis yang berat. Yakni Najis yang timbul dari Najis Anjing dan Babi. Babi adalah binatang najis berdasarkan al-Qur`an dan Ijma’ para sahabat Nabi (Ijma’ush Shahabat) (Prof Ali Raghib, Ahkamush Shalat, hal. 33).
Jika binatang itu termasuk jenis yang najis (babi dan juga anjing), maka semua bagian tubuhnya adalah najis, tidak peduli apakah dalam keadaan hidup atau mati. Babi adalah najis pada zatnya dan babi tidak dapat menjadi suci jika disamak.
Cara mensucikannya ialah harus terlebih dahulu dihilangkan wujud benda Najis tersebut. Kemudian baru dicuci bersih dengan air sampai 7 kali dan permulaan atau penghabisannya diantara pencucian itu wajib dicuci dengan air yang bercampur dengan Tanah (disamak).


2. Najis Mukhofafah.
Ialah najis yang ringan, seperti air kencing anak laki-laki yang usianya kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa, selain air susu ibunya.
Cara membersihkannya, cukup dengan memercikkan air bersih pada benda yang terkena Najis tersebut sampai bersih betul.

3.  Najis Mutawassithah ( مُـــتــــوَ سِّــطَــــةْ )
Ialah najis yang sedang, yaitu kotoran manusia atau hewan, seperti air kencing, nanah, darah, bangkai, minuman keras ; arak, anggur, tuak dan sebagainya (selain dari bangkai ikan, belalang, dan mayat manusia).

F.     Macam-Macam Thaharah
1.    Wudhu
Wudhu adalah cara untuk bersuci dari hadas kecil agar seseorang bisa melaksanakan shalat. Rasulullah saw bersabda:
لَايُقْبَلُ اللهُ الصَلَاةَ مَنْ اَحْدَثَ حَتَى يَتَوَضَاء
Artinya: “Allah tidak akan menerima shalat orang yang masih berhadas sehingga ia berwudhu.”(HR. Bukhari, muslim dan lainnya).
Cara berwudhu telah digambarkan oleh allah di dalam al-Quran, yaitu: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basulah wajah dan tangan kalian sampai siku, dan usaplah kepala kalian dan basulah kaki kalian sampai kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah:6).

2.    Menyapu Sepatu Atas Dua Sepatu
Banyak keterangan menyatakan, bahwa Nabi menyapu atas dua sepatu, baik di kampong ataupun dalam safar. Beliau menyapu belakang sepatunya. Tak ada keterangan bahwa dia menyapu bawah sepatunya. Dalam menyapu kepala terkadang beliau mencukupi dengan menyapu sorbannya saja.
Ringkasannya, jika beliau bersepau beliau menyapu saja atasnya, tidak membukanya. Jika beliau tidak bersepatu, beliau membasuh kakinya.

3.    Tayammum
Nabi Muhammad bertayamum dengan sekali tepuk untuk mukadan kedua telapak tangan. Tak ada keterangan yang shahih mengatakan bahwa Nabi menepuk dua kali dan menyapu hingga siku. Beliau bertayammum dengan tanah atau pasir yang di atasnya beliau bersembahyang.

4.    Mandi
Apabila seseorang sedang berhadas besar, maka yang wajib ia lakukan adalah mandi wajib. Agar ia kembali suci seperti semula dan dapat melakukan ibadah yang ditntut harus dalam keadaan suci, seperti shalat.
Cara mandi wajib yang paling sederhana, atau  hanya melakukan hal yang wajib saja, maka ada dua hal yang dilakukan. Pertama, niat. Dan kemudian mengguyur sekujur tubuh dengan air yang suci dan menyucikan secara merata.











BAB III
PENUTUP


A.           Simpulan
Bersuci merupakan persyaratan dari beberapa macam ibadah, karena itu bersuci memperoleh tempat yang utama dalam ajaran Islam. Berbagai aturan dan hukum ditetapkan oleh syara dengan maksud antara lain agar manusia menjadi suci dan bersih baik lahir maupun batin.
Kesucian dan kebersihan lahir dan batin merupakan pangkal keindahan dan kesehatan. Oleh karena itu hubungan kesucian dan kebersihan dengan keindahan dan kesehatan erat sekali. Pokok dari ajaran Islam tentang pengaturan hidup bersih, suci dan sehat bertujuan agar setiap muslim dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai khalifah di muka bumi.
Kebersihan dan kesucian lahir dan batin merupakan hal yang utama dan terpuji dalam ajaran Islam, karena dengan kesucian an kebersihan dapat meningkatkan derajat harkat dan martabat manusia di hadirat Allah SWT.

B.            Saran
Semoga kita dapat mengambil hikmah dari apa yang telah kita bahas bersama, tentang thaharah. Agar senantiasa kita semua menjadi insan yang selalu menjaga dan mengutamakan kebersihan. Karena kebersihan adalah bagian dari iman.








DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Hadits.
Daradjat,  Zakiah. 1995. Ilmu Fiqih Jilid I. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.
Muhammad, Tengku. 2000. Kuliah Ibadah. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
Shalih, Ibrahim, 2011. Fiqih Ibadah. Jakarta: Amzah.
Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Wahid, Abdul. Fiqih Ibada. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Yusuf, Qardhawi. 1993. Konsep Ibadah dalam Islam. Surabaya: Central Media.









[1] Daradjat, Zakiah, 1995, Ilmu Fiqih Jilid I, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar