MENGGAPAI IHSAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Bahsul Kutub
Dosen Pengampu: Moh. In’ami, M.Pd.I
Disusun oleh kelompok 7:
1.
Anis Maghfiroh (1410110040)
2.
M.Amrul Hakim (1410110045)
3.
Ristiana Nisa’ (1410110074)
Kelas: B
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN
TARBIYAH
PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia hidup di dunia ini
memiliki beranekaragam perilaku yang ditunjukkan, mereka memiliki
tingkatan-tingkatan ketaqwaan yang membedakan mereka di hadapan Allah SWT
sebagai sang Khaliq. Dari manusia yang
memiliki derajat di bawah, hingga manusia-manusia yang memiliki derajat di
atas. Manusia yang memiliki derajat di atas inilah yang mampu menjadikan
kehidupan dunianya sebagai sarana atau tempat untuk menuju kehidupah akhirat
yang kekal dan abadi.
Manusia-manusia seperti itulah yang
selalu sadar bahwa setiap tindakan kebaikan yang kita lakukan sekecil apa pun
Allah akan tahu, dan akan memberi balasan pahala yang setimpal di masa yang
abadi nantinya. Sebaliknya, mereka juga selalu sadar bahwa setiap tindakan
keburukan yang kita lakukan sekecil apa pun Allah akan mengetahuinya, dan kelak
akan menerima balasan siksa yang setimpal.
Dengan selalu melibatkan dan mengingat
Allah di dalam setiap perbuatan yang dilakukan, maka manusia-manusia seperti
itu akan senantiasa berhati-hati dalam menjalani hidup ini. Mereka akan
memiliki derajat keimanan dan ketaqwaan yang tinggi di hadapan Allah SWT.
Karena hati dan fikirannya selalu mengingat Sang Pencipta, sehingga muncullah
rasa takut akan siksa Allah saat melakukan larangan-Nya dan meninggalkan
perintah-Nya. Mereka akan termotivasi untuk melakukan perintah-perintah-Nya dan
meninggalkan larangan-larangan-Nya karena tujuan hidunya tak lain dan tak bukan
adalah hanya untuk mencari ridho dari allah SWT.
Oleh karena itu, makalah ini menjelaskan
arti penting menjadi manusia yang ihsan, bagaimana cara menggapai ihsan agar
kita senantiasa menjadi hamba-hamba allah yang lebih baik.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian ihsan?
2.
Bagaimana
cara menggapai ihsan?
3.
Mengapa
Iman, Islam, dan Ihsan perlu adanya korelasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ayat
Edukatif
1.
Surat
Al-An’am : 160
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَنْ جَاءَ
بِالسَّيِّئَةِ فَلا يُجْزَى إِلا مِثْلَهَا وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ ﴿١٦٠﴾
Artinya:
“Barang siapa membawa amal
yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barang siapa
yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan
seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya
(dirugikan).”
2.
Surat Adz-Dzariaat : 15-19
إِنَّ
الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ ﴿١٥﴾ آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ
إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ
﴿١٦﴾
كَانُوا قَلِيلا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ ﴿١۷﴾وَبِالأسْحَارِ هُمْ
يَسْتَغْفِرُونَ ﴿١۸﴾وَفِي أَمْوَالِهِمْ
حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ﴿١۹﴾
Artinya:
15. Sesungguhnya orang-orang
yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air,
16. sambil mengambil apa yang
diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di
dunia adalah orang-orang yang berbuat baik;
17. Mereka sedikit sekali tidur
di waktu malam;
18. Dan di akhir-akhir malam
mereka memohon ampun (kepada Allah).
19. Dan pada harta-harta mereka
ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat
bahagian.
3.
Al-Mulk : 2
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ
أَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ﴿۲﴾
Artinya:
“Yang menjadikan mati dan
hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.
Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
B. Ayat tentang Ihsan (Q.S
Al-Qashash: 77)
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ
نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلا
تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأرْضِ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ﴿۷۷﴾
Artinya:
“Dan carilah pada apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.”
Tafsiran Surat Al-Qashash:
1.
Kata fima فِيمَا dipahami oleh Ibnu Asyur menagnadung makna
terbanyak pada umumnya, sekaligus melukiskan tertancapnya ke dalam lubuk hati
upaya mencari kebahagiaan ukhrawi melalui apa yang dianugerahkan Allah dalam
kehidupan dunia ini.[1]
2.
Dalam firmannya وَلا
تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا merupakan atau
mengabaikan bagian seseorang dari kenikmatan duniawi. Larangan itu dipahami
oleh sementara ulama bukan dalam arti haram mengabaikannya, tetapi dalam arti
mubah (boleh untuk mengambilnya). Dengan demikian, ayat ini merupakan salah
satu contoh penggunaan redaksi larangan untuk makna mubah atau boleh. Dengan
kalimat ini , menjadi jelas bagi siapapun bahwa seseorang boleh menggunakan
hartanya untuk tujuan kenikmatan duniawi selama hak Allah menyangkut harta
telah dipenuhinya dan selama penggunaannya tidak melanggar ketentuan Allah SWT.
3.
Kata نَصِيبَ adalah bagian tertentu yang telah
ditegakkan sehingga nmenjadi nyata dan jelas bahwa bagian itu adalah hak dan
miliknya dan itu tidak dapat dielakkan . harta yang diproleh manusia secara
halal dapat digunakannya secara baik dan benar sebagaimana digariskan allah.
Dia hanya berkewajiban mengeluarkan bagian yang ditentukan dalam bentuk zakat
yang wajib. Selebihnya adalah halal untuk dinikmatinya.
4.
Kata أَحْسِنْ
terambil dari kata hasan yang brerarti baik. Obyek dari kata ini tidak
disebut, sehinggga ia mencakup segala sesuatu yang dapat disentuh oleh
kebaikan. Kata tersebut mengandung perintah untuk berbuatr kebaikan terhadap
lingkungan , harta benda, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia , baik orang lain
maupun diri sendiri.
5.
Kata كَمَا pada ayaat diatas dipahami oleh banyak
ulama’ dalam arti “disebabkan karena” , yakni karena allah telah melimpahkan
aneka karunia, maka seharusnya manusia pun melakukan ihsan dan upaya perbaikan
sesuai kemampuaannya .[2]
C. Pembahsan Tentang Menggapai
Ihsan
1.
Pengertian Ihsan
Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang
berbuat Ihsan disebut muhsin berarti orang yang berbuat baik.[3] Setiap perbuatan yang baik
yang nampak pada sikap jiwa dan prilaku yang sesuai atau dilandaskan pada
aqidah dan syariat Islam disebut Ihsan.
Landasan dasar Ihsan
antara lain sebagai berikut:
a.
Muraqabatullah, yang merasa selalu dalam pengawasan Allah SWT, mengerjakan
sesuatu sebaik-baiknya.
b.
Ihsanullah, yang merasakan kebaikan Allah dalam segala hal.
Kata ihsan (berbuat baik) merupakan kebalikan dari kata al
isaa-ah (berbuat buruk), yakni perbuatan seseorang untuk melakukan
perbuatan yang ma’ruf dan menahan diri dari dosa. Dia mendermakan kebaikan
kepada hamba Allah yang lainnya baik melalui hartanya, kehormatannya, ilmunya,
maupun raganya.[4]
Adapun yang dimaksud ihsan bila dinisbatkan kepada peribadatan kepada Allah
adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasululluah shalallahu ‘alaihi
wa sallam dalam hadist Jibril :
قَالَ فَأَخْبِرْنِى
عَنِ الإِحْسَانِ. قَالَ « أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ
تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ »
“’Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu menyembah
Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka
sesungguhnya Dia melihatmu.”
2.
Cara Menggapai Ihsan
Derajat
ihsan merupakan tingkatan tertinggi keislaman seorang hamba. Tidak semua orang
bisa meraih derajat yang mulia ini. Hanya hamba-hamba Allah yang khusus saja
yang bisa mencapai derajat mulia ini. Oleh karena itu, merupakan keutamaan
tersendiri bagi hamba yang mampu meraihnya. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla menjadikan
kita termasuk di dalamnya.
Berikut
adalah hal-hal yang sebaiknya dikerjakan untuk dapat mencapai dan menuju sikap
ihsan:
a.
Persaudaraan atau ukhuwwuah
Semua orang beriman adalah
saudara dan bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita.[5] Sebagaimana firman Allah
dalam al-Qur’an:
وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ
بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا ﴿١٠۳﴾
Artinya :
“Dan berpeganglah kamu
semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan
ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh
musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat
Allah orang-orang yang bersaudara.”
b.
Cinta Kasih
Pancaran sifat kasih saying Allah SWT ada pada seluruh
makhlik-Nya. Dan dunia ini ada adalah karena kasih sayang Allah. Agar cinta
kasih sayang ini menjadi sesuatu hal yang senantiasa ada, maka berkasih sayang
dan saling mencintailah hanya karena Allah.
c.
Senyum,
Salam, dan Sapa
Senyum untuk saudaramu adalah shodaqoh. Menyebarkan
senyum, salam, sapa sesuai dengan dalil hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya:
“Kamu sekalian tidak akan masuk surge kecuali pabila
kamu beriman, dan kamu tidak akan beriman sampai kamu saling mencintai.
Senagkah kamu sekalian jika aku tunjukkan kepadamu sutu pekerjaan yang apabila
kamu mengerjakannya maka kamu sekalian akan saling mencintai, sebarkan salam
diantara kamu semua.”
d.
Saling
Memaafkan
Sebagaimana firman Allah yang artinya:
“Dan janganlah orang-orang
yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka
(tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang
miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka
memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?
Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
e.
Peduli terhadap Orang Lain
Rasa peduli dan kehadiran
kita bisa memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Dalam hadits riwayat Muslim
diterangkan: siapa yang melepaskan penderitaan seseorang mukmin di dunia maka
Allah akan melepaskannya dari penderitaan pada hari kiamat. Siapa yang
memberikan kemudahan pada orang yang sedang mendapatkan kesulitan, maka Allah
memudahkannya di dunia dan di akhirat kelak. Siapa yang menutup aib Muslim,
maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan di akhirat. Dan bahwa Allah akan
selalu menolong hamba-Nya jika ia mau menolong saudaranya. (HR. Muslim).
f.
Dengan Jalan
Tashawuf
1) Takholi
Takholli
artinya mencuci atau mengosongkan.[6]
Mencuci dalam dua bidang yaitu dhohir dan batin.
a)
Mencuci
dhohir dari segala yang dilarang Allah sebagaimana diatur dalam dalam hukum
syara’.
b)
Mencuci
bathin meliputi: suci hati dari sifat-sifat hati yang tercela.
c)
Suci
sirri, jangan cinta akan lainnya Alloh melebihi cinta kepada Alloh, Rosululloh,
daan jihad fi sabilillah.
Jadi
ajaran Takholli ini mengandung dua hal penting
yaitu: Mencuci dhohir atau bathin
dan menjaga kesucian dhohir dan bathin.
2) Tahalli
Tahalli
artinya mengisi. Setelah dhohir dan
bathin bersih, kemudian diisi dengan sifat-sifat yang baik, diisi dengan dzikir, diisi dengan
segala yang diperintahkan Alloh Ta’ala. Rosululloh SAW bersabda: “Alloh
Ta’ala itu memiliki wadah dari ahli bumi, dan wadahnya Tuuhanmu ialah hati
hamba-hambanya yang sholeh” (HR.
Thobroni,, dalam Kitab Jamius Shogir/ bab huruf Alif hal 85).
Jika
hati kita ini diperumpamakan seperti wadah yang kosong, maka wadah kosong hati
kita itu harus diisi dengan Dzikirulloh, diisi dengan keta’atan kepada Alloh.
Maka perjuanagan tahap kedua untuk menggapai ihsan dengan jalan tashawuf adalah mengisi dhohir dan bathin kita dengan
kebaikan-kebaikan, inilah Tahalli
namanya.
3) Tajalli
Tajalli
artinya meresapkan atau menyatukan atau
memperdalam atau mendarah-dagingkan kebaikan-kebaikan itu dalam kehidupan
sehari-hari. Yaitu meresapkan sedalam-dalamnya sifat yang terpuji itu hingga
menjiwai setiap gerak hidup kita, yang pada akhirnya perangai baik itu terwujud
dalam pergaulan kita di masyarakat. Artinya, setelah dicuci (Takholli) dan
setelah diisi (Tahalli) maka kemudian harus diuji (Tajalli).
Hasil
dari penyucian dan pengisian itu diuji atau dibuktikan dalam pergaulan di
masyarakat dengan amal-amal yang bermanfaat. Jadi setelah proses keimanan
kemudian berlanjut pada proses
kemanusiaan. Demikianlah eratnya hubungan antara soal keimanan
dan soal kemanusiaan, dengan kata lain manuggalnya keimanan dan
kemanusiaan. Itulah kunci untuk meraih ihsan yang sesunggunya dalam pandangan
tashawuf.
3.
Korelasi
antara Iman, Islam, dan Ihsan
Iman, Islam ,dan Ihsan adalah satu
kestauan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Iman adalah keyakina
yang menjadi dasar aqidah , keyakinan tersebut kemudian diwujudkan melalui
pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan pelaksanaan rukun Islam dilakukan
dengan cara Ihsan, sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah.[7]
Untuk mempelajari ketiga pokok
ajaran agama tersebut, para ulama mengelompokkannya lewat 3 cabang ilmu
pengetahuan.[8] Rukun
Islam berupa praktek amal lahiriyah disusun dalam ilmu fiqih, yaitu ilmu
mengenai perbuatan amal lahiriyah manusia sebagai hamba Allah. Iman dipelajari
melalui ilmu tauhid (Teologi) yang menjelaskan tentang pokok-pokok keyakinan. Sedangkan
untuk mempelajairi Ihsan sebagai tata cara beribadah adalah bagian dari ilmu
tasawuf.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan yang maknanya, Bila dibandingkan dengan iman maka Ihsan itu lebih
luas cakupannya bila ditinjau dari substansinya dan lebih khusus daripada iman
bila ditinjau dari orang yang sampai pada derajat ihsan. Sedangkan iman itu
lebih luas daripada islam bila ditinjau dari substansinya dan lebih khusus
daripada islam bila ditinjau dari orang yang mencapai derajat iman. Maka di dalam
sikap ihsan sudah terkumpul di dalamnya iman dan islam. Sehingga orang yang
bersikap ihsan itu lebih istimewa dibandingkan orang-orang mu’min yang lain,
dan orang yang mu’min itu juga lebih istimewa dibandingkan orang-orang muslim
yang lain.
D.
Hadits Terkait
Adapun dalil mengenai Ihsan dari
hadits adalah :
1.
potongan
hadits Jibril yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab:
قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنِ الإِحْسَانِ. قَالَ « أَنْ
تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ «
Artinya: “Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu
menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya
maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (H.R. Muslim 102).[3]
Dalam hadits Jibril, tingkatan Islam yang ketiga ini memiliki satu rukun.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan mengenai ihsan
yaitu ‘Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan
jika engkau tidak mampu melihat-Nya, Allah akan melihatmu.’ Itulah
pengertian ihsan dan rukunnya.
2.
Ihsan dapat
meliputi segala urusan dan menjangkau segala amal dan perbuatan. Bersabda
rasulullah SAW:
إِنَّ اللهَ
كَتَبَ الْإِحِسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ
فَأَحْسِنُوْاالذِّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ أحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ
ذَبِيْحَتَهُ
Artinya: “Sesungguhnya Allah mewajibkan berihsan pada
segala Sesutu. Jika kamu membunuh, bunuhlah sebaik-baiknya, dan jika kamu
menyembelih binatang, sembelihlah sebaik-baiknya dengan mengasah pisaumu
setajam mungkin agar ringan penderitaan kurbanmu”.
Yakni ihsan dituntut agar dilakukannya di segala
bidang, sampai-sampai jika hendak menyembelih binatang, hendaklah dilakukan
sebaik-baiknya dengan jalan mengasah pisau setajam mungkin agar mengurangi
penderitaan si binatang kurban. Allah tidak menciptakan manusia dan
membekalinya dengan kekuatan fisik dan mental, melainkan untuk bergiat bekerja
dan berprestasi melakukan amal-amal raksasa yang besar-besar yang berguna bagi
umat manusia. Jika ia tidak dapat melakukan dan menciptakan itu, maka ia telah
mengingkari dan menyia-nyiakan nikamt dan karunia Allah. Berfirmanlah Allah
SWT:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ
أَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ﴿۲﴾
Artinya:
“Yang menjadikan mati dan
hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.
Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ihsan ialah
melaksanakan ibadah dengan sepenuh hati karena menyadari bahwa Allah selalu
melihatnya, hingga ia merasakan berhadapan langsung dengan Allah dan bahkan ia
melihat Allah SWT. dengan hati nurani. Semua itu dilakukannya dengan ikhlas. Derajat ihsan merupakan tingkatan
tertinggi keislaman seorang hamba. Tidak semua orang bisa meraih derajat yang
mulia ini. Hanya hamba-hamba Allah yang khusus saja yang bisa mencapai derajat
mulia ini. Oleh karena itu, merupakan keutamaan tersendiri bagi hamba yang
mampu meraihnya. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla menjadikan kita
termasuk di dalamnya.
Berikut
adalah hal-hal yang sebaiknya dikerjakan untuk dapat mencapai dan menuju sikap
ihsan:
1.
Persaudaraan atau ukhuwwuah
2.
Cinta Kasih
3.
Senyum,
Salam, dan Sapa
4. Saling Memaafkan
5. Peduli terhadap Orang lain
Iman, Islam ,dan Ihsan adalah satu
kestauan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Iman adalah keyakina
yang menjadi dasar aqidah , keyakinan tersebut kemudian diwujudkan melalui
pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan pelaksanaan rukun Islam dilakukan
dengan cara Ihsan, sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an Terjemahan
Kamus Besar Bahasa Arab
Kamus Besar Bahasa Indonesia
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Lentera Hati:
Jakarta. 2006.
Jalaluddin As-Suyuthi
Dan Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahally, Pustaka Al-Hidayah: Tasikmalaya.
2008
Abdulmalik Abdulkarim
Amrullah, Tafsir Al-Azhar. PAnji
MAsyarakat.
Sayid Sabiq, Islam Dipandang dari Segi Rohani-Moral-Sosial, Rineka
Cipta:
Misa Abdu, Menjernihkan
batin dengan Shalat Khusyu’, Mitra Pustaka: Yogyakarta, 2006.
Muhammad
Muhtar Mu’thi. Rumusan Guru Sufi. Jombang: Al-Kautsar. 2013.
Asmaran AS, Pengantar Study Tauhid, Rajawali Prees: Jakarta, 1992.
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid,
(Terjemahan) H. Firdaus, Jakarta : Bulan Bintang, 1976, hlm.257
Ahmad Faried. Menyucikan Jiwa. Surabaya:Risalah Gusti. 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar