PENGAMAN SOSIAL
(WAKAF, HIBBAH, SHODAQOH, dan INFAQ)
Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Fiqih Mu’amalah
Dosen
Pengampu : Puspo Nugroho,
M.Pd.I
Disusun
Oleh :
Kelas
B-PAI Kelompok 3
1. M. Amrul Hakim (1410110062)
2. Laili Fitriyatul
Ula (1410110063)
3. Ristiana
Nisa’ (1410110074)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
TAHUN
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai suatu tatanan, Islam tidak hanya mengatur
tentang persoalan keagamaan semata, akan tetapi juga mengatur tentang berbagai
persoalan yang terkait dengan keduniawian atau yang sering kita sebut dengan
mu’malah. Syariah sering didefinisikan sebagai suatu tatanan yang mengatur
tentang hubungan manusia dengan Allah (hablum min Allah) di satu pihak,
di pihak lain mengatur tentang hubungan manusia dengan sesame manusia (hablum
min al-nas)
Islam secara integral telah mengatur tentang berbagai
aktifitas perekonomian, mulai dari jual beli hingga pembahasan mengenai
pengaman sosial tentang wakaf, hibah, shodaqoh, dan infaq. Kesemua tatanan
tersebut menunjukkan keuniversalan ajaran Islam yang secara teologis bertujuan
menciptakan kemaslahatan bagi umat manusia. Sedangkan secara sosiologis Islam
ingin menciptakan kesejahteraan hidup umat manusia dalam berbagai aspek
kehidupan.
Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah kali ini
akan diuraikan tentang penjelasan-penjelasan mengenai wakaf, hibah, shodaqoh,
dan infaq. Bagaimana agar keempat hal tersebut mampu berperan dalam menciptakan
kesejahteraan hidup manusia sesuai dengan tujuan yang telah disebutkan di atas.
Sehingga ke empat hal tersebut mampu menjadi pengaman sosial bagi sekalian
kehidupan manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
penjelasan mengenai wakaf, hibah, shadaqoh, dan infaq?
2. Bagaimana
penerapan wakaf tunai sebagai pengaman sosial?
3. Bagaimana
pengelolaan wakaf tunai?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Wakaf, Hibah, Shodaqoh, dan Infaq
1.
Wakaf
Wakaf berasal dari bahasa Arab yaitu waqf, yang berarti menahan,
menghentikan atau mengekang.
Wakaf
secara bahasa berasal dari kalimat al-Habsu
yang artinya menahan. Sedangkan secara istilah wakaf yaitu menahan suatu benda
yang kekal zatnya, untuk diambil manfaatnya guna kebaikan dan kemajuan Islam.
Dalam istilah syara,
wakaf adalah sejenis pemberian yang
pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal (tahbisul
ashli), lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum. Yang dimaksud tahbisul
ashli ialah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan,
dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan dan sejenisnya.
Dalam fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq menyatakan, wakaf
adalah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, dan memungkinkan untuk diambil
manfaatnya guna diberikan dijalan kebaikan. Dasar hukum wakaf terdapat dalam firman Allah
Q.S. Ali ‘Imran ayat 92:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا
تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ ﴿۹۲﴾
Artinya: “Kamu
sekali-kali tidak sampai kepadakebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja
yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.
Para ulama menilai bahwa wakaf itu termasuk kategori
amal jariyah yang nilai pahalanya senantiasa mengalir selagi manfaatnya bisa dipetik.
Berikut ini beberapa ketentuan-ketentuan wakaf antara lain:
a.
Harta wakaf itu tidak dapat dialihkan pemiknya kepada
orang lain baik dengan menjual, mewariskan ataupun dengan menghibbahkan, atau
dengan kata lain tidak boleh ditasarrufkan.
b.
Harta wakaf digunakan untuk amal kebajikan yang
diridhoi Allah
c.
Harta wakaf dapat dipelihara atau dikelola oleh orang
atau suatu badan tertentu
d.
Pengelola harta wakaf boleh mengambil sebagian harta
wakaf untuk keperluannya dalam mengurus harta itu asal tidak berlebihan
e.
Harta yang akan diwakafkan hendaklah harta yang tahan
lama atau dapat diambil manfaatnya dalam waktu yang lama[6]
Rukun wakaf terdiri dari empat unsur, yaitu:
a.
Waqif (orang yang berwakaf)
b.
Mauquf (harta yang diwakafkan)
c.
Mauquf ‘alaih (tujuan wakaf)
d.
Shighat wakaf (pernyataan yang diucapkan atau
dinyatakan orang yang berwakaf
Berikut ini, merupakan syarat-syarat waqaf, diantaranya:
a.
Untuk selama-lamanya
Waqaf untuk
selama-lamanya merupakan syarat sahnya amalan waqaf, tidak sah apabila dibatasi
dengan waktu tertentu.
b.
Tidak boleh dicabut
Bila
terjadi suatu waqaf dan waqaf itu telah sah, maka pernyataan waqaf tidak boleh
dicabut.
c.
Pemilikan waqaf tidak boleh dipindah tangankan
Dengan
terjadinya waqaf, maka sejak itu harta waqaf telah menjadi milik Allah SWT.
Pemilikan itu tidak boleh dipindah tangankan kepada siapapun baik orang, badan
hukum, atau negara.
d.
Setiap waqaf harus sesuai dengan tujuan waqaf pada
umumnya
Tidak sah
waqaf bila tujuannya tidak sesuai apalagi bertentangan dengan ajaran Islam.
Agar adanya kepastian hukum adalah baik bila waqaf itu dilengkapi dengan
alat-alat bukti, seperti surat-surat dan sebagainya. Pada saat itu pula harta
yang di waqafkan itu telah diserahkan kepada pengelolanya (nazir), dan sejak
itu pula pemilik harta tidak berhak lagi atas harta yang telah di waqafkannya
itu.
Berikan contoh kasus proses wakaf
2.
Hibbah
Hibbah secara bahasa
berasal dari kalimat hubuu burrih yang artinya bertiupnya angin dan habba
min naumihi yang artinya bangun dari tidur. Seakan-akan pelakunya terbangun
untuk melakukan kebaikan. Sedangkan secara istilah hibah yaitu
pemindahan hak milik secara langsung dan mutlaq dalam suatu benda ketika masih
hidup tanpa ganti, meskipun dari orang yang lebih tinggi.
Hibah berarti kebaikan atau
keutamaan yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain ketika masih
hidup dan pelaksanaan pembagiannya dilakukan pada waktu penghibah masih hidup
juga.
Dalam istilah
lain,
hibah merupakan pemindahan langsung hak milik itu sendiri oleh seorang kepada
orang yang lain tanpa pemberian balasan. Dalam hibah yang diberikan adalah
harta yang telah menjadi milik dari orang yang menghibahkan, bukan hasil dari
harta itu. Menjadikan orang lain sebagai pemilik hasil atau manfaat dari harta
itu sendiri.
Pelaksanaan hibah adalah sunat dan digalakkan di dalam
Islam.
Firman Allah s.w.t dalam Surah Ali Imran ayat 92:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا
تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepadakebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang
kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
Tiada jumlah yang perlu dipatuhi seseorang dalam pemberian
hibah.
Sedangkan, rukun hibah dalam hukum syari’at ada empat,
yaitu:
a.
Shighat hibah
(kata-kata yang diucapkan oleh orang-orang yang melakukan hibah).
b.
Penghibah (orang
yang memberikan sesuatu atau harta kepada pihak yang lain).
c.
Penerima hibah
(orang yang menerima pemberian).
d.
Barang hibah
(sesuatu atau harta yang dihibahkan).
Syarat- syarat hibah:
a.
Pemberi hibah harus orang yang sudah dewasa, cakap
dalam melakukan tindakan hukum.
b.
Barang yang dihibahkan harus memiliki nilai yang
jelas.
c.
Penerima hibah adalah orang yang cakap melakukan
tindakan hukum.
d.
Dikalangan mazhab Syafi’i, ijab qabul merupakan syarat
sahnya suatu hibah.
e.
Hibah dapat dilakukan secara lisan dihdapan dua orang
saksi yang memenuhi syarat, namun untuk kepastian hukum sebaiknya
pelaksanaannya dilakukan secara tertulis.
3.
Shodaqoh
Shadaqah
berasal dari shadaqa yang berarti benar. Shadaqah diartikan sebagai amal,
derma, pemberian atau sumbangan. Dalam Islam, shadaqah memiliki arti memberikan
sebagian harta yang dimilikinya kepada orang lain, sebagai ungkapan syukur
kepada Allah SWT atas nikmat yang diterima serta dorongan rasa empati atas
kebutuhan orang lain. Menurut syara’ pengertian shadaqah sama dengan
pengertian infaq, termasuk hukum dan ketentuan-ketentuannya. Bedanya, infaq berkaitan dengan
materi, sadaqah memiliki arti lebih luas, menyangkut juga hal yang bersifat non
material.
Dalam bershodaqah, pemberian sesuatu oleh seseorang
kepada golongan fakir miskin atau orang-orang yang menghajatkan karena
semata-mata mengharap keridhaan dan pahala dari Allah SWT dan tidak
mengharapkan sesuatu imbalan jasa atau penggantian. Yang dimaksud orang-orang
yang menghajatkan misalnya: anak-anak yatim, peminta-minta, orang yang
terlantar, dsb
إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا
وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ
سَيِّئَاتِكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ﴿٢۷١﴾
Artinya: “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali.
Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka
menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Baqarah: 271)
Sahadaqah
merupakan pemberian yang dikeluarkan secara sukarela kepada siapa saja, tanpa
nisab dan tanpa adanya aturan waktu yang mengikat. Hanya saja, infaq lebih pada pemberian yang
sifatnya material, sedangkan shodaqah mempunyai makna yang lebih luas, baik
dalam bentuk pemberian yang bersifat materi maupun non materi dan
shadaqah hendaklah dilakukan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Shadaqah
dengan sesuatu yang baik
b. Terus
menerus bershadaqah meskipun sedikit
c. Bershadaqah
kepada yang berhak dan senantiasa memohon ridha Allah
4.
Infaq
Infaq berasal dari anfaqa yang berarti mengeluarkan,
membelanjakan (harta/uang). Infaq adalah segala macam bentuk pengeluaran
(pembelanjaan) baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, ataupun yang lain. Jadi, menurut definisi ini infaq itu
berkaitan dengan amal materi (harta/mal). Allah swt berfirman:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
ثُمَّ لا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ
رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ ﴿٢٦٢﴾
Artinya:“Orang-orang yang menafkahkan
hartanya dijalan Allah, kemudian mereka mengiringi apa yang dinafkahkannya itu
dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si
penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
(QS. Al-Baqarah [2]:262)
Jika zakat ada nisbahnya, infaq tidak mengenal nishab. Infaq
dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan berpenghasilan tinggi maupun rendah, baik lapang maupun
sempit. Zakat diperuntukkan bagi 8 golongan, sedangkan infaq tidak ada ketentuan pasti penerimanya. Orang
yang ber-infaq atau menginfaqkan
hartanya disebut munfiqun. Macam-Macam
Infaq ada dua, yaitu:
a. Infaq
Wajib ( Nafkah)
Infaq yang terkait
dengan pemberian suami kepada istri dan anak-anak (keluarga) adalah dihukumi
wajib.
b. Infaq
Sunnah
Infaq sunnah (secara
umum) adalah menafkahkan harta dijalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan
jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah, dan
lain-lain juga disebut sebagai shodaqoh.[18]
B.
Penerapan Wakaf Tunai (Uang) Sebagai Pengaman Sosial
1.
Wakaf Tunai (Uang)
Karakteristik utama
dari ibadah wakaf tidak lain adalah
terdistribusikannya
manfaat (secara berkelanjutan) dari harta yang diwakafkan
tanpa merusak atau mengurangi pokok harta wakaf tersebut. Hal itu tentunya tidak terbatas
hanya pada benda-benda tidak bergerak
saja,
sebagaimana dipahami oleh mayoritas umat Islam selama ini. Akan tetapi segala bentuk harta yang
kemanfaatannya dapat diambil dan
didistribusikan
secara berkelanjutan boleh untuk diwakafkan, termasuk uang.
Masuknya wakaf
uang dalam regulasi perkawafan menegaskan
bahwa
wakaf uang adalah bagian dari potensi keuangan untuk meningkatkan kesejahteraan umat, menunjang kemajuan umat Islam, hal itu lah yang
dinamakan wakaf sebagai pengaman sosial.
Wakaf uang membuka peluang yang
unik untuk menciptakan investasi guna memberikan pelayanan keagamaan, layanan pendidikan, dan
layanan sosial. Dalam
Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 01 tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan dan
Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak
berupa
Uang, sertifikat dapat diberikan kepada wakif yang telah mewakafkan uangnya paling sedikit
Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) dengan
menyertakan asal-usul uang dan identitas lengkap wakifnya.
Menurut Cholil
Nafis, jika 20 juta umat Islam Indonesia mau
mengumpulkan
wakaf uang senilai Rp 100 ribu setiap bulan, maka dana yang terkumpul berjumlah Rp 24
triliun setiap tahun. Sedangkan jika
50
juta orang yang berwakaf,maka setiap tahun akan terkumpul dana wakaf sebesar Rp 60 triliun. Jika
saja terdapat 1 juta umat muslim yang mewakafkan dananya sebesar Rp
100.000 perbulan, maka akan diperoleh
pengumpulan
dana wakaf sebesar Rp 100 miliar
setiap
bulannya (Rp 1,2 triliun
per tahun). Wakaf
uang adalah potensi besar. Dengan jumlah populasi muslim terbesar di dunia, maka wajar jika
potensi wakaf uang di Indonesia juga
besar.
2.
Wakaf Uang bagi Kesejahteraan Umat
Pada masa
sekarang, uang merupakan nilai harta yang disepakati manusia diseluruh penjuru dunia,
dan dapat diketahui kursnya setiap
saat.
Di samping itu, uang merupakan harta yang lebih mudah untuk dibawa kemana pun,
sehingga dapat secara mudah untuk ditasharrufkan baik untuk kepentingan
ibadah maupun kepentingan lainnya.
Di
sisi lain, dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di setiap wilayah
tentunya akan semakin mengurangi luasnya tanah yang dapat diwakafkan, karena
sebagian besar dimanfatkan untuk pemukiman, perkantoran, maupun tempat usaha
lainnya. Maka jika wakaf hanya dibatasi
pada benda-benda tidak bergerak saja, terutama tanah, tentunya ibadah tersebut akan semakin sulit
untuk dilaksanakan. Jika demikian, maka yang terjadi adalah terhambatnya upaya
peningkatan kesejahteraan bagi kaum yang lemah, karena banyak orang-orang kaya
yang tidak dapat mewakafkan hartanya, padahal para fakir miskin menunggu
kepedulian yang berkelanjutan dari mareka.
Sepanjang sejarah Islam, wakaf telah memiliki peran
yang sangat penting dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi, dan
kebudayaan masyarakat Islam. Selain itu, keberadaan wakaf juga telah banyak
memfasilitasi para sarjana dan mahasiswa dalam berbagai sarana dan prasarana
yang memadai untuk melakukan riset dan pendidikan, sehingga dapat mengurangi
ketergantungan dana pada pemerintah.
Instrumen fiskal
dalam bentuk wakaf ini mempunyai dimensi sosial yang sangat mulia, yang
menandakan bahwa ajaran Islam telah memikirkan mengenai solusi pemecahan
permasalahan ketimpangan dan distrbusi pendapatan yang tidak merata di
masyarakat jauh sebelum konsep pemerataan pembangunan dari negara-negara Barat
muncul. Bahkan konsep fiskal dalam Islam ini merupakan konsep jaminan sosial
pertama yang terlebih dahulu muncul dibandingkan dengan konsep jaminan sosial
yang saat ini diterapkan oleh negara-negara Barat.
Potensi wakaf uang yang sangat besar dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan
umat. Ada beberapa catatan tentang pemanfaatan wakaf uang bagi penigkatan
kesejahteraan umat, yaitu:
a. Wakaf
uang dapat digunakan untuk mengolah aset-aset wakaf berupa tanah-tanah kosong,
untuk dikelola secara produktif melalui berbagai kegiatan ekonomi, atau dengan
pembangunan gedung.
b. Wakaf
uang dapat dijadikan alternatif pembiayaan bagi lembaga-lembaga
pendidikan Islam seperti pesantren, madrasah dan lainnya.
Lembaga pendidikan Islam dapat
lebih mandiri dengan adanya sumber
pembiayaan dari wakaf uang ini, tidak lagi bergantung pada pendanaan pemerintah atau lainnya.
Di samping itu, kemandirian sumber
pendaaan juga akan memudahkan lembaga pendidikan dalam mengembangkan perannya dalam
penguatan keilmuan Islam.
c. Wakaf
uang sangat potensial untuk membantu para pelaku usaha
kecil.
C.
Pengelolaan Wakaf Tunai (Uang)
Dalam manajemen modern
saat ini, wakaf diintegrasikan dengan berbagai sistem modern yang telah ada,
terutama terkait dengan wakaf uang saat ini tengah digencarkan di Indonesia.
berdasarkan UU No. 41 tahun 2004, penerimaan dan pengelolaan wakaf uang dapat
diintegrasikan dengan lembaga keuangan syariah. Dalam wakaf uang, wakif tidak
boleh langsung menyerahkan mauquf yang berupa uang kepada nazhir, tapi
harus melalui LKS, yang disebut sebagai LKS Penerima Wakaf Uang (PWU).
Skema
Pengelolaan Wakaf Uang
Dalam sistem
pengelolaan wakaf uang tidak banyak berbeda dengan wakaf tanah atau bangunan,
nazhir bertugas untuk menginvestasikan sesuai syariah dengan satu syarat: nilai
nominal uang yang diinvestasikan tidak boleh berkurang. Sedangkan hasil investasi
dialokasikan untuk upah nazhir (maksimal
10%) dan kesejahteraan masyarakat (minimal 90%)5.
Wakaf uang sebagai
suatu gerakan baru dalam dunia perwakafan terutama di Indonesia mampu mengambil
peranan yang signifikan dalam merancang program-program pemberdayaan
masyarakat. Sebab tugas memberdayakan masyarakat bukanlah tugas pemerintah
semata, namun setiap elemen masyarakat harus turut serta dalam memberdayakan
masyarakat. Program pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan sistem
perwakafan, hal ini sesuai dengan UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf yang telah
mengamanatkan Badan Wakaf Indonesia agar mengelola harta benda wakaf.
Dalam
perwakafan, pihak wakif dapat menentukan peruntukan hasil pengelolaan harta
wakaf (mauquf ‘alaih)
atau diserahkan kepada nazhir.
Seorang wakif dapat
menetapkan jenis peruntukkan harta wakaf, misalnya untuk pemberdayaan komunitas
secara integral. Seperti pemberdayaan pendidikan, pemberdayaan, pemberdayaan
kesehatan, pemberdayaan sosial dan pemberdayaan ekonomi suatu komunitas.
1.
Pemberdayaan pendidikan
Misalnya
dapat berupa pendirian sekolah gratis dengan kualitas mutu terjamin atau
bantuan uang sekolah dan peralatan sekolah dengan tetap memperhatikan
kesejahteraan guru.
2. Pemberdayaan
kesehatan
Misalnya dapat berupa bantuan biaya
kesehatan ibu hamil dan bantuan melahirkan bagi ibu tidak mampu, serta bantuan
gizi bagi balita.
3.
Pemberdayaan
sosial
Misalnya dapat
berupa pelatihan kerja dan kewirausahaan bagi para pengangguran atau anak
jalanan.
4.
Pemberdayaan sosial
Misalnya dapat
pula program penanganan dan rehabilitasi remaja bermasalah (narkoba,
premanisme, PSK, dsb),
program pelatihan dan pembinaan usaha, bantuan pemasaran serta peningkatan mutu
produk.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Persamaan wakaf, hibah, shodaqoh, dan infaq adalah sama-sama meningkatkan
kesejahteraan umat dan menunjang
kemajuan umat Islam. Penerapan Wakaf Tunai Sebagai Pengaman Sosial
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umat, menunjang kemajuan umat Islam, dan juga sangat
penting dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi, dan kebudayaan
masyarakat Islam. Selain itu, keberadaan wakaf juga telah banyak memfasilitasi
para sarjana dan mahasiswa dalam berbagai sarana dan prasarana yang memadai
untuk melakukan riset dan pendidikan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan
dana pada pemerintah.
Pengelolaan Wakaf Tunai (Uang), wakif tidak boleh
langsung menyerahkan mauquf yang berupa uang kepada nazhir, tapi harus
melalui LKS, yang disebut sebagai LKS Penerima Wakaf Uang (PWU). Dalam perwakafan, pihak wakif dapat
menentukan peruntukan hasil pengelolaan harta wakaf (mauquf ‘alaih) atau diserahkan kepada nazhir. Seorang wakif dapat menetapkan
jenis peruntukkan harta wakaf, misalnya untuk pemberdayaan komunitas secara
integral. Seperti pemberdayaan pendidikan, pemberdayaan, pemberdayaan kesehatan,
pemberdayaan sosial dan pemberdayaan ekonomi suatu komunitas.
- Saran
Demikianlah pemaparan makalah dengan tema “Pengaman Sosial (Wakaf,
Hibah, Shodaqoh, dan Infaq)”. Apabila terdapat kekurangan mengenai pembahasan
tersebut, pemakalah meminta maaf sebelumnya, dan semoga bermanfaat bagi
pembaca.
Ahmad Syukron, Rekonstruksi
Hukum Islam Kajian Historis atau Urgensi Pelembagaan Wakaf Produktif di
Indonesia. Jurnal Penelitian Vol. 8, No. 2, November 2011.
Anonim. Pedoman Pengelolaan Wakaf
Tunai. Jakarta. Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2007.
Anonim. Potensi
Wakaf Uang Serta Dampaknya Terhadap Perekonomian. Jurnal Dialog
Balitbang Kemenag RI No. 70. Tahun 2010.
Anonim. Strategi
Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia. Jakarta. Direktorat Pemberdayaan
Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI. 2007.
Helmi Karim. Fifq
Mu’amalah. Jakarta. Raja Grafindo
Persada. 1997.
Indah Piliyanti. Transformasi
Tradisi Filantropi Islam :Studi Model Pendayagunaan Zakat, Infaq, Sadaqah, Wakaf Di Indonesia. Ekonomica Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Ekonomi Islam nomor II / Edisi II / November 2010.
Mohammad Mu’alim dan
Abdurrahman. Menggiatkan Wakaf Uang
(Tunai) sebagai Upaya Peningkatan Kesejahteraan
Masyarakat. Jurnal Bimas Islam Vol.7. No.IV
2014.
Muhammad Sanusi. The
Power of Sedekah. Yogyakarta. Pustaka Insan Madani. 2009.
Murni Djamal. Ilmu
Fiqih Jilid. Jakarta. Departemen Agama. 1985.
Najmuddin. Zuhdi & Elvi Na’imah. Studi Islam
2 Cet. 3. Surakarta. Lembaga Pengembangan Ilmu-Ilmu Dasar. 2006.
Rusna Dewi Abdul Rashid, Nor Hisyam Ahmad. Pengurusan
Harta Melalui Hibah: Kepentingan dan Manfaat dari Pelbagai Aspek untuk Kemajuan Ummah, Jurnal Hadhari 5 (1) (2013) 91 – 104, Universiti Teknologi Mara Perlis, Malaysia, 2015.
Sabiq Sayyid. Fiqh
Sunnah. Bandung. Al-Maarif. 1987.
Siah Khosyi’ah. Wakaf dan Hibah
Perspektif Ulama Fiqh dan Perkembangannya di Indonesia. Bandung. Pustaka Setia. 2010.
Syaikh Syamsuddin Abi
Abdillah Muhammad Qasim Al-Gozi As Syafi’i. Al-Balagh. Tuban.
Yasin dan Solikhul Hadi. Fiqih
Ibadah. Kudus. Dipa STAIN
Kudus. 2008.
Anonim, Potensi
Wakaf Uang Serta Dampaknya Terhadap Perekonomian, Jurnal Dialog Balitbang Kemenag RI No. 70, Tahun 2010, hlm. 3.
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah,
Bandung: Al-Maarif, 1987, hlm. 45.
Indah Piliyanti, Transformasi Tradisi Filantropi Islam :Studi Model
Pendayagunaan Zakat, Infaq, Sadaqah, Wakaf Di Indonesia, Ekonomica Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Ekonomi
Islam nomor II / Edisi II / November 2010, hlm. 3.
Mohammad
Mu’alim dan Abdurrahman, Menggiatkan
Wakaf Uang (Tunai) sebagai Upaya Peningkatan Kesejahteraan
Masyarakat, Jurnal Bimas Islam Vol.7. No.IV 2014, hlm. 738.