Kamis, 29 Desember 2016

AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR (KTSP)

AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
(KTSP)
                                      
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Materi dan Pembelajaran Al-Qur’an Hadits Mts dan MA
Dosen Pengampu : Drs. H. Ahmad Fauzan, M.Ag

 









Disusun Oleh :
Kelas B2-PAI Kelompok 9

1.    M. Humam Abdillah             (1410110072)
2.    Ristiana Nisa’                        (1410110074)
3.    Amalia Maulida                     (1410110075)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
TAHUN 2016

A.    STANDAR KOMPETENSI
1.      Memahami ayat Al-Qur’an dan hadits tentang amar ma’ruf nahi munkar

B.     KOMPETENSI DASAR
1.1  Mengartikan Q.S. Ali ‘Imran: 104 dan 110 serta hadits tentang amar ma’ruf nahi munkar.
1.2  Menjelaskan kandungan Q.S. Ali ‘Imran: 104 dan 110 serta hadits tentang amar ma’ruf nahi munkar.
1.3  Menunjukkan perilaku orang yang mengamalkan Q.S. Ali ‘Imran: 104 dan 110 serta hadits tentang amar ma’ruf nahi munkar.
1.4  Menerapkan perilaku amar ma’ruf nahi munkar seperti yang terkandung dalam Q.S. Ali ‘Imran: 104 dan 110 serta hadits tentang amar ma’ruf nahi munkar.

C.    INDIKATOR
1.1.1        Peserta didik dapat mengartikan Q.S. Ali ‘Imran: 104 dan 110 serta hadits tentang amar ma’ruf nahi munkar.
1.2.1        Peserta didik dapat menjelaskan kandungan Q.S. Ali ‘Imran: 104 dan 110 serta hadits tentang amar ma’ruf nahi munkar.
1.3.1        Peserta didik dapat menunjukkan perilaku orang yang mengamalkan Q.S. Ali ‘Imran: 104 dan 110 serta hadits tentang amar ma’ruf nahi munkar.
1.4.1        Peseta didik dapat menerapkan perilaku amar ma’ruf nahi munkar seperti yang terkandung dalam Q.S. Ali ‘Imran: 104 dan 110 serta hadits tentang amar ma’ruf nahi munkar.






D.    MATERI
1.      Q.S. Ali ‘Imran (3): 104
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿١٠٤﴾
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Kandungan Q.S. Ali ‘Imran (3): 104
Q.S Ali ‘Imran (3): 104 menjelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk senantiasa berbuat kebaikan dan menjauhi perbuatan jelek. Manusia sebagai khalifah di bumi harus bisa saling mengingatkan kepada sesama muslim untuk mengerjakan perbuatan baik. Saling mengingatkan antar sesama muslim akan mempererat tali ukhuwah dan mencegah perpecahan umat Islam. Gejala-gejala perpecahan dan pelanggaran ajaran agama dapat dicegah dengan adanya saling mengingatkan antar umat islam. Saling mengingatkan kepada perbuatan kebaikan  akan mendatangkan banyak manfaat, baik bagi diri sendiri atau terhadap sesama umat Islam .
Saling mengingatkan untuk berbuat kebaikan dan melarang berbuat jahat akan meningkatkan keimanan kepada Allah SWT dan meningkatkan ukhuwah Islamiyah. Dalam berdakwah, amar ma’ruf akan semakin memperkuat kesatuan Islam sehingga terwujud kekuatan dalam memperjuangkan agama Islam supaya tegak dan berjaya. Ayat di atas ditujukan kepada umat Islam agar memperhatikan kepentingan dakwah, yaitu melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar di masyarakat secara berkesinambungan tanpa terputus.


2.      Q.S. Ali ‘Imran (3): 110
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿١١٠﴾

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Kandungan Q.S. Ali ‘Imran (3): 110
Q.S Ali ‘Imran (3): 110 menjelaskan bahwa umat yang paling baik di dunia ini adalah umat yang mempunyai dua sifat utama, yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran dan senantiasa beriman kepada kepada Allah SWT. Kedua sifat ini mampu mempersatukan umat dan mendorong semangat juang kaum muslimin.
Amar ma’ruf mempunyai arti mengajak untuk saling menyuruh orang lain mengerjakan kebajikan, baik perintah wajib maupun sunnah yang akan membawa mereka kepada kebahagiaan dunia khirat. Nahi munkar mempunyai arti mencegah perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT, baik perbuatan yang diharamkan maupun makruh, yang dapat menjerumuskan manusia ke jurang neraka. Sebagian orang dari suatu kelompok diwajibkan untuk menyeru umat manusia yang lain supaya berbuat kebaikan dan menjauhi larangan Allah, atau dikenal dengan dakwah. Dakwah dibagi menjadi dua macam, yaitu bersifat umum dan khusus.
a.       Bersifat umum, yaitu dakwah kepada umat Islam supaya mereka memegang agama dengan betul dan beragama dengan penuh kesadaran.
b.      Bersifat khusus, yaitu dakwah dalam kalangan keluarga sendiri, menciptakan suasana keagamaan, mendidik agar patuh kepada perintah Allah dan berlomba-lomba agar berbuat baik.
Dalam pelaksanaan dakwah nilai-nilai ketuhanan tidak boleh dipaksakan, tetapi disampaikan secara persuasive dalam bentuk ajakan yang baik.

3.      Hadits tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ. سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرُهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ وَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذٰلِكَ اضْعَفُ الْإِيْمَنِ.
(رواه مسلم)
Artinya: Dari Abi Sa’id al-Khudri ra, dia berkata: Saya mendengan Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah mengubah dengan tangannya (tindakan), kalau tudak mampu, maka dengan lidahnya (ucapannya), kalau tidak mampu juga maka dengan hatinya. Dan yang demikian itu menunjukkan iman yang paling lemah”. (H.R. Muslim)

Kandungan Hadits tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Hadits tersebut menjelaskan bahwa ketika seorang muslim menyaksikan kejahatan atau perbuatan kemungkaran maka pada saat itu juga muslim yang lain berkewajiban untuk mengingatkan atau mengubahnya dengan kemampuannya. Ketika seorang muslim tersebut mampu mengingatkan dengan lisan maka hendaklah dilakukan dengan lisannya. Mengingatkan secara lisan dilakukan dengan cara memberikan bimbingan dan nasihat kepada yang bersangkutan. Dalam memberikan bimbingan dan nasihat harus dengan cara yang baik, tidak membuat orang yang bersangkutan merasa antipati dengan nasihat tersebut.
Jika kemampuan lisannya tidak dapat mengubah kemungkaran tersebut, maka cara yang terakhir adalah menggunakan hati, yaitu dengan berusaha mendoakan orang yang berbuat kemungkaran agar insaf dan diberikan kesadaran agar tidak melakukan perbuatan mungkar tersebut.
Abi Sa’id al-Khudri ra, sebagaimana hadits tersebut, Rasulullah SAW menunjukkan bahwa mengubah kemungkaran merupakan kewajiban setiap muslim. Sesuai dengan urutan yang diisyaratkan dalam hadits tersebut, setiap muslim hendaknya berupaya semaksimal mungkin untuk menghentikan kemungkaran dengan tangannya (kekuatan dan kekuasaan). Bila tidak mampu dengan tangan, maka dengan lisannya. Bila tidak mampu juga, maka cukuplah hati yang mengingkari dan menolaknya, bukan justru mendukungnya, mendoakan orang-orang yang berbuat munkar supaya diberi kesadaran dan pada akhirnya dapat meninggalkan kemunkaran tersebut. Hanya saja cara yang terakhir itu merupakan cerminan orang-orang mukmin yang lemah imannya.

4.      Penerapan Amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam Kehidupan Sehari-hari
a.       Mengajak orang untuk besedekah di masjid
b.      Mengajak untuk selalu membantu orang tua
c.       Mengajak untuk rajin belajar
d.      Menganjurkan seseorang untuk mengenakan hijab
e.       Mencegah orag lain menggunakan narkoba
f.       Melarang teman menghina teman yang lain
g.      Melarang membuang sampah sebarangan

E.     PENDIDIKAN KARAKTER
1.      Peserta didik dapat memiliki sifat takwa kepada Allh SWT
2.      Peserta didik memiliki sikap kepedulian antar sesama dalam kehidupan sehari-hari
3.      Peserta didik memiliki memiliki sifat berani berbuat kebaikan
4.      Peserta didik memiliki sifat berani mencegah kemunkaran
5.      Peserta didik dapat menghindari sifat tercela

F.     MODEL PEMBELAJARAN
Model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah Cooperative Learning dan CTL (Contextual Teaching and Learning).

G.    METODE PEMBELAJARAN
Metode yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, dan metode penugasan.

H.    KEGIATAN PEMBELAJARAN
1.      Pendahuluan
a.       Pendidik mengucapkan salam
b.      Pendidik mengkondisikan kelas
c.       Pendidik menanyakan kehadiran peserta didik
d.      Pendidik mengawali pembelajaran dengan membaca basmallah
e.       Pendidik menjelaskan kompetensi yang harus dicapai siswa dalam kegiatan pembelajaran / mengemukakan tujuan pembelajaran
f.       Pendidik memotivasi peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran
2.      Kegiatan Inti
a.       Pendidik meminta peserta didik untuk membacakan Q.S. Ali ‘Imran: 104 dan 110 tentang amar ma’ruf nahi munkar.
b.      Pendidik menjelaskan isi kandungan Q.S. Ali ‘Imran: 104 dan 110 tentang amar ma’ruf nahi munkar.
c.       Pendidik meminta peserta didik untuk membacakan hadits tentang amar ma’ruf nahi munkar.
d.      Pendidik menjelaskan isi kandungan hadits tentang amar ma’ruf nahi munkar.
e.       Pendidik melakukan tanya jawab kepada peserta didik terkait materi tentang amar ma’ruf nahi munkar
f.       Peserta didik dibagi menjadi empat kelompok untuk berdiskusi terkait masalah amar ma’ruf nahi munkar yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, kemudian menganalisnya serta memberikan solusi terhadap masalah tersebut.
g.      Pendidik menunjuk beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya.
h.      Kelompok lain memperhatikan dan memberi tanggapan terhadap hasil diskusi kelomppok lain yang telah dipresentasikan.
3.      Penutup
a.       Pendidik menyimpulkan materi pembelajaran yang telah dibahas.
b.      Pendidik memberikan tugas dengan mengerjakan soal-soal latihan sebagai evaluasi.
c.       Pendidik bersama peserta didik mengakhiri pembelajaran dengan membaca bacaan hamdalah
d.      Pendidik menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam.

I.       EVALUASI
1.      Jelaskan tentang pengertian amar ma’ruf nahi munkar!
2.      Sebutkan dalil yang memerintahkan umat Islam untuk amar ma’ruf nahi munkar!
3.      Bagaimana cara mengingatkan seorang muslim yang melakukan kemunkaran di depan mata?
4.      Jelaskan kandungan Q.S. Ali ‘Imran: 104 tentang amar ma’ruf nahi munkar!

5.      Jelaskan cara berdakwah dengan baik!

PENGAMAN SOSIAL (WAKAF, HIBBAH, SHODAQOH, dan INFAQ)

PENGAMAN SOSIAL
(WAKAF, HIBBAH, SHODAQOH, dan INFAQ)

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqih Mu’amalah
Dosen Pengampu : Puspo Nugroho, M.Pd.I

 











Disusun Oleh :
Kelas B-PAI Kelompok 3

1.    M. Amrul Hakim                  (1410110062)
2.    Laili Fitriyatul Ula                 (1410110063)
3.    Ristiana Nisa’                        (1410110074)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Sebagai suatu tatanan, Islam tidak hanya mengatur tentang persoalan keagamaan semata, akan tetapi juga mengatur tentang berbagai persoalan yang terkait dengan keduniawian atau yang sering kita sebut dengan mu’malah. Syariah sering didefinisikan sebagai suatu tatanan yang mengatur tentang hubungan manusia dengan Allah (hablum min Allah) di satu pihak, di pihak lain mengatur tentang hubungan manusia dengan sesame manusia (hablum min al-nas)
Islam secara integral telah mengatur tentang berbagai aktifitas perekonomian, mulai dari jual beli hingga pembahasan mengenai pengaman sosial tentang wakaf, hibah, shodaqoh, dan infaq. Kesemua tatanan tersebut menunjukkan keuniversalan ajaran Islam yang secara teologis bertujuan menciptakan kemaslahatan bagi umat manusia. Sedangkan secara sosiologis Islam ingin menciptakan kesejahteraan hidup umat manusia dalam berbagai aspek kehidupan.
Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah kali ini akan diuraikan tentang penjelasan-penjelasan mengenai wakaf, hibah, shodaqoh, dan infaq. Bagaimana agar keempat hal tersebut mampu berperan dalam menciptakan kesejahteraan hidup manusia sesuai dengan tujuan yang telah disebutkan di atas. Sehingga ke empat hal tersebut mampu menjadi pengaman sosial bagi sekalian kehidupan manusia.

B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penjelasan mengenai wakaf, hibah, shadaqoh, dan infaq?
2.      Bagaimana penerapan wakaf tunai sebagai pengaman sosial?
3.      Bagaimana pengelolaan wakaf tunai?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Wakaf, Hibah, Shodaqoh, dan Infaq
1.      Wakaf
Wakaf berasal dari bahasa Arab yaitu waqf, yang berarti menahan, menghentikan atau mengekang.[1] Wakaf secara bahasa berasal dari kalimat al-Habsu yang artinya menahan. Sedangkan secara istilah wakaf yaitu menahan suatu benda yang kekal zatnya, untuk diambil manfaatnya guna kebaikan dan kemajuan Islam. [2]
Dalam istilah syara, wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal (tahbisul ashli), lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum. Yang dimaksud tahbisul ashli ialah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan dan sejenisnya.[3]
Dalam fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq menyatakan, wakaf adalah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, dan memungkinkan untuk diambil manfaatnya guna diberikan dijalan kebaikan.[4] Dasar hukum wakaf terdapat dalam firman Allah Q.S. Ali ‘Imran ayat 92:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ ﴿۹۲﴾

Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepadakebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.
Para ulama menilai bahwa wakaf itu termasuk kategori amal jariyah yang nilai pahalanya senantiasa mengalir selagi manfaatnya bisa dipetik.[5] Berikut ini beberapa ketentuan-ketentuan wakaf antara lain:
a.         Harta wakaf itu tidak dapat dialihkan pemiknya kepada orang lain baik dengan menjual, mewariskan ataupun dengan menghibbahkan, atau dengan kata lain tidak boleh ditasarrufkan.
b.        Harta wakaf digunakan untuk amal kebajikan yang diridhoi Allah
c.         Harta wakaf dapat dipelihara atau dikelola oleh orang atau suatu badan tertentu
d.        Pengelola harta wakaf boleh mengambil sebagian harta wakaf untuk keperluannya dalam mengurus harta itu asal tidak berlebihan
e.         Harta yang akan diwakafkan hendaklah harta yang tahan lama atau dapat diambil manfaatnya dalam waktu yang lama[6]
Rukun wakaf terdiri dari empat unsur, yaitu:
a.         Waqif (orang yang berwakaf)
b.        Mauquf (harta yang diwakafkan)
c.         Mauquf ‘alaih (tujuan wakaf)
d.        Shighat wakaf (pernyataan yang diucapkan atau dinyatakan orang yang berwakaf
Berikut ini, merupakan syarat-syarat waqaf, diantaranya:
a.       Untuk selama-lamanya
Waqaf untuk selama-lamanya merupakan syarat sahnya amalan waqaf, tidak sah apabila dibatasi dengan waktu tertentu.
b.      Tidak boleh dicabut
Bila terjadi suatu waqaf dan waqaf itu telah sah, maka pernyataan waqaf tidak boleh dicabut.
c.       Pemilikan waqaf tidak boleh dipindah tangankan
Dengan terjadinya waqaf, maka sejak itu harta waqaf telah menjadi milik Allah SWT. Pemilikan itu tidak boleh dipindah tangankan kepada siapapun baik orang, badan hukum, atau  negara.
d.      Setiap waqaf harus sesuai dengan tujuan waqaf pada umumnya
Tidak sah waqaf bila tujuannya tidak sesuai apalagi bertentangan dengan ajaran Islam. Agar adanya kepastian hukum adalah baik bila waqaf itu dilengkapi dengan alat-alat bukti, seperti surat-surat dan sebagainya. Pada saat itu pula harta yang di waqafkan itu telah diserahkan kepada pengelolanya (nazir), dan sejak itu pula pemilik harta tidak berhak lagi atas harta yang telah di waqafkannya itu.[7]
Berikan contoh kasus proses wakaf  
2.      Hibbah
Hibbah secara bahasa berasal dari kalimat hubuu burrih yang artinya bertiupnya angin dan habba min naumihi yang artinya bangun dari tidur. Seakan-akan pelakunya terbangun untuk melakukan kebaikan. Sedangkan secara istilah hibah yaitu pemindahan hak milik secara langsung dan mutlaq dalam suatu benda ketika masih hidup tanpa ganti, meskipun dari orang yang lebih tinggi.[8]
Hibah berarti kebaikan atau keutamaan yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain ketika masih hidup dan pelaksanaan pembagiannya dilakukan pada waktu penghibah masih hidup juga. Dalam istilah lain, hibah merupakan pemindahan langsung hak milik itu sendiri oleh seorang kepada orang yang lain tanpa pemberian balasan. Dalam hibah yang diberikan adalah harta yang telah menjadi milik dari orang yang menghibahkan, bukan hasil dari harta itu. Menjadikan orang lain sebagai pemilik hasil atau manfaat dari harta itu sendiri.[9]
Pelaksanaan hibah adalah sunat dan digalakkan di dalam Islam.[10] Firman Allah s.w.t dalam Surah Ali Imran ayat 92:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepadakebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Tiada jumlah yang perlu dipatuhi seseorang dalam pemberian hibah.[11]  Sedangkan, rukun hibah dalam hukum syari’at ada empat, yaitu:
a.         Shighat hibah (kata-kata yang diucapkan oleh orang-orang yang melakukan hibah).
b.        Penghibah (orang yang memberikan sesuatu atau harta kepada pihak yang lain).
c.         Penerima hibah (orang yang menerima pemberian).
d.        Barang hibah (sesuatu atau harta yang dihibahkan).
Syarat- syarat hibah:
a.         Pemberi hibah harus orang yang sudah dewasa, cakap dalam melakukan tindakan hukum.
b.        Barang yang dihibahkan harus memiliki nilai yang jelas.
c.         Penerima hibah adalah orang yang cakap melakukan tindakan hukum.
d.        Dikalangan mazhab Syafi’i, ijab qabul merupakan syarat sahnya suatu hibah.
e.         Hibah dapat dilakukan secara lisan dihdapan dua orang saksi yang memenuhi syarat, namun untuk kepastian hukum sebaiknya pelaksanaannya dilakukan secara tertulis.[12]
3.      Shodaqoh
Shadaqah berasal dari shadaqa yang berarti benar. Shadaqah diartikan sebagai amal, derma, pemberian atau sumbangan. Dalam Islam, shadaqah memiliki arti memberikan sebagian harta yang dimilikinya kepada orang lain, sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang diterima serta dorongan rasa empati atas kebutuhan orang lain.[13] Menurut syara’ pengertian shadaqah sama dengan pengertian infaq, termasuk hukum dan ketentuan-ketentuannya. Bedanya, infaq berkaitan dengan materi, sadaqah memiliki arti lebih luas, menyangkut juga hal yang bersifat non material.[14]
Dalam bershodaqah, pemberian sesuatu oleh seseorang kepada golongan fakir miskin atau orang-orang yang menghajatkan karena semata-mata mengharap keridhaan dan pahala dari Allah SWT dan tidak mengharapkan sesuatu imbalan jasa atau penggantian.[15] Yang dimaksud orang-orang yang menghajatkan misalnya: anak-anak yatim, peminta-minta, orang yang terlantar, dsb
إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ﴿٢۷١﴾
Artinya: “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Baqarah: 271)
Sahadaqah merupakan pemberian yang dikeluarkan secara sukarela kepada siapa saja, tanpa nisab dan tanpa adanya aturan waktu yang mengikat. Hanya saja, infaq lebih pada pemberian yang sifatnya material, sedangkan shodaqah mempunyai makna yang lebih luas, baik dalam bentuk pemberian yang bersifat materi maupun non materi dan shadaqah hendaklah dilakukan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a.       Shadaqah dengan sesuatu yang baik
b.      Terus menerus bershadaqah meskipun sedikit
c.       Bershadaqah kepada yang berhak dan senantiasa memohon ridha Allah
4.      Infaq
Infaq berasal dari anfaqa yang berarti mengeluarkan, membelanjakan (harta/uang). Infaq adalah segala macam bentuk pengeluaran (pembelanjaan) baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, ataupun yang lain.[16] Jadi, menurut definisi ini infaq itu berkaitan dengan amal materi (harta/mal). Allah swt berfirman:

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ ﴿٢٦٢﴾

Artinya:“Orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah, kemudian mereka mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah [2]:262)
Jika zakat ada nisbahnya, infaq tidak mengenal nishab. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan berpenghasilan tinggi maupun rendah, baik lapang maupun sempit. Zakat diperuntukkan bagi 8 golongan, sedangkan infaq tidak ada ketentuan pasti penerimanya.[17] Orang yang ber-infaq atau menginfaqkan hartanya disebut munfiqun. Macam-Macam Infaq ada dua, yaitu:
a.       Infaq Wajib ( Nafkah)
Infaq yang terkait dengan pemberian suami kepada istri dan anak-anak (keluarga) adalah dihukumi wajib.
b.      Infaq Sunnah
Infaq sunnah (secara umum) adalah menafkahkan harta dijalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah, dan lain-lain juga disebut sebagai shodaqoh.[18]
B.       Penerapan Wakaf Tunai (Uang) Sebagai Pengaman Sosial
1.      Wakaf Tunai (Uang)
Karakteristik utama dari ibadah wakaf tidak lain adalah terdistribusikannya manfaat (secara berkelanjutan) dari harta yang diwakafkan tanpa merusak atau mengurangi pokok harta wakaf tersebut. Hal itu tentunya tidak terbatas hanya pada benda-benda tidak bergerak saja, sebagaimana dipahami oleh mayoritas umat Islam selama ini. Akan tetapi segala bentuk harta yang kemanfaatannya dapat diambil dan didistribusikan secara berkelanjutan boleh untuk diwakafkan, termasuk uang.
Masuknya wakaf uang dalam regulasi perkawafan menegaskan bahwa wakaf uang adalah bagian dari potensi keuangan untuk meningkatkan kesejahteraan umat, menunjang kemajuan umat Islam, hal itu lah yang dinamakan wakaf sebagai pengaman sosial.[19] Wakaf uang membuka peluang yang unik untuk menciptakan investasi guna memberikan pelayanan keagamaan, layanan pendidikan, dan layanan sosial. Dalam Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 01 tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak berupa Uang, sertifikat dapat diberikan kepada wakif yang telah mewakafkan uangnya paling sedikit Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) dengan menyertakan asal-usul uang dan identitas lengkap wakifnya.[20]
Menurut Cholil Nafis, jika 20 juta umat Islam Indonesia mau mengumpulkan wakaf uang senilai Rp 100 ribu setiap bulan, maka dana yang terkumpul berjumlah Rp 24 triliun setiap tahun. Sedangkan jika 50 juta orang yang berwakaf,maka setiap tahun akan terkumpul dana wakaf sebesar Rp 60 triliun. Jika saja terdapat 1 juta umat muslim yang mewakafkan dananya sebesar Rp 100.000 perbulan, maka akan diperoleh pengumpulan dana wakaf sebesar Rp 100 miliar setiap bulannya (Rp 1,2 triliun per tahun). Wakaf uang adalah potensi besar. Dengan jumlah populasi muslim terbesar di dunia, maka wajar jika potensi wakaf uang di Indonesia juga besar.[21]

2.      Wakaf Uang bagi Kesejahteraan Umat
Pada masa sekarang, uang merupakan nilai harta yang disepakati manusia diseluruh penjuru dunia, dan dapat diketahui kursnya setiap saat. Di samping itu, uang merupakan harta yang lebih mudah untuk dibawa kemana pun, sehingga dapat secara mudah untuk ditasharrufkan baik untuk kepentingan ibadah maupun kepentingan lainnya. Di sisi lain, dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di setiap wilayah tentunya akan semakin mengurangi luasnya tanah yang dapat diwakafkan, karena sebagian besar dimanfatkan untuk pemukiman, perkantoran, maupun tempat usaha lainnya. Maka jika wakaf hanya dibatasi pada benda-benda tidak bergerak saja, terutama tanah, tentunya ibadah tersebut akan semakin sulit untuk dilaksanakan. Jika demikian, maka yang terjadi adalah terhambatnya upaya peningkatan kesejahteraan bagi kaum yang lemah, karena banyak orang-orang kaya yang tidak dapat mewakafkan hartanya, padahal para fakir miskin menunggu kepedulian yang berkelanjutan dari mareka.[22]
Sepanjang sejarah Islam, wakaf telah memiliki peran yang sangat penting dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Islam. Selain itu, keberadaan wakaf juga telah banyak memfasilitasi para sarjana dan mahasiswa dalam berbagai sarana dan prasarana yang memadai untuk melakukan riset dan pendidikan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan dana pada pemerintah.[23]
Instrumen fiskal dalam bentuk wakaf ini mempunyai dimensi sosial yang sangat mulia, yang menandakan bahwa ajaran Islam telah memikirkan mengenai solusi pemecahan permasalahan ketimpangan dan distrbusi pendapatan yang tidak merata di masyarakat jauh sebelum konsep pemerataan pembangunan dari negara-negara Barat muncul. Bahkan konsep fiskal dalam Islam ini merupakan konsep jaminan sosial pertama yang terlebih dahulu muncul dibandingkan dengan konsep jaminan sosial yang saat ini diterapkan oleh negara-negara Barat.
Potensi wakaf uang yang sangat besar dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Ada beberapa catatan tentang pemanfaatan wakaf uang bagi penigkatan kesejahteraan umat, yaitu:
a.    Wakaf uang dapat digunakan untuk mengolah aset-aset wakaf berupa tanah-tanah kosong, untuk dikelola secara produktif melalui berbagai kegiatan ekonomi, atau dengan pembangunan gedung.
b.    Wakaf uang dapat dijadikan alternatif pembiayaan bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pesantren, madrasah dan lainnya. Lembaga pendidikan Islam dapat lebih mandiri dengan adanya sumber pembiayaan dari wakaf uang ini, tidak lagi bergantung pada pendanaan pemerintah atau lainnya. Di samping itu, kemandirian sumber pendaaan juga akan memudahkan lembaga pendidikan dalam mengembangkan perannya dalam penguatan keilmuan Islam.
c.    Wakaf uang sangat potensial untuk membantu para pelaku usaha kecil.[24]

C.    Pengelolaan Wakaf Tunai (Uang)
Dalam manajemen modern saat ini, wakaf diintegrasikan dengan berbagai sistem modern yang telah ada, terutama terkait dengan wakaf uang saat ini tengah digencarkan di Indonesia. berdasarkan UU No. 41 tahun 2004, penerimaan dan pengelolaan wakaf uang dapat diintegrasikan dengan lembaga keuangan syariah. Dalam wakaf uang, wakif tidak boleh langsung menyerahkan mauquf yang berupa uang kepada nazhir, tapi harus melalui LKS, yang disebut sebagai LKS Penerima Wakaf Uang (PWU).[25]
Skema Pengelolaan Wakaf Uang
 









Dalam sistem pengelolaan wakaf uang tidak banyak berbeda dengan wakaf tanah atau bangunan, nazhir bertugas untuk menginvestasikan sesuai syariah dengan satu syarat: nilai nominal uang yang diinvestasikan tidak boleh berkurang. Sedangkan hasil investasi dialokasikan untuk upah nazhir (maksimal 10%) dan kesejahteraan masyarakat (minimal 90%)5.
Wakaf uang sebagai suatu gerakan baru dalam dunia perwakafan terutama di Indonesia mampu mengambil peranan yang signifikan dalam merancang program-program pemberdayaan masyarakat. Sebab tugas memberdayakan masyarakat bukanlah tugas pemerintah semata, namun setiap elemen masyarakat harus turut serta dalam memberdayakan masyarakat. Program pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan sistem perwakafan, hal ini sesuai dengan UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf yang telah mengamanatkan Badan Wakaf Indonesia agar mengelola harta benda wakaf.[26] Dalam perwakafan, pihak wakif dapat menentukan peruntukan hasil pengelolaan harta wakaf (mauquf ‘alaih) atau diserahkan kepada nazhir.[27]
Seorang wakif dapat menetapkan jenis peruntukkan harta wakaf, misalnya untuk pemberdayaan komunitas secara integral. Seperti pemberdayaan pendidikan, pemberdayaan, pemberdayaan kesehatan, pemberdayaan sosial dan pemberdayaan ekonomi suatu komunitas.
1.         Pemberdayaan pendidikan
Misalnya dapat berupa pendirian sekolah gratis dengan kualitas mutu terjamin atau bantuan uang sekolah dan peralatan sekolah dengan tetap memperhatikan kesejahteraan guru.
2.      Pemberdayaan kesehatan
Misalnya dapat berupa bantuan biaya kesehatan ibu hamil dan bantuan melahirkan bagi ibu tidak mampu, serta bantuan gizi bagi balita.
3.      Pemberdayaan sosial
Misalnya dapat berupa pelatihan kerja dan kewirausahaan bagi para pengangguran atau anak jalanan.
4.      Pemberdayaan sosial
Misalnya dapat pula program penanganan dan rehabilitasi remaja bermasalah (narkoba, premanisme, PSK, dsb), program pelatihan dan pembinaan usaha, bantuan pemasaran serta peningkatan mutu produk.

BAB III
PENUTUP

A.      Simpulan
Persamaan wakaf, hibah, shodaqoh, dan infaq adalah sama-sama meningkatkan kesejahteraan umat dan menunjang kemajuan umat Islam. Penerapan Wakaf Tunai Sebagai Pengaman Sosial adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umat, menunjang kemajuan umat Islam, dan juga sangat penting dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Islam. Selain itu, keberadaan wakaf juga telah banyak memfasilitasi para sarjana dan mahasiswa dalam berbagai sarana dan prasarana yang memadai untuk melakukan riset dan pendidikan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan dana pada pemerintah.
Pengelolaan Wakaf Tunai (Uang), wakif tidak boleh langsung menyerahkan mauquf yang berupa uang kepada nazhir, tapi harus melalui LKS, yang disebut sebagai LKS Penerima Wakaf Uang (PWU). Dalam perwakafan, pihak wakif dapat menentukan peruntukan hasil pengelolaan harta wakaf (mauquf ‘alaih) atau diserahkan kepada nazhir. Seorang wakif dapat menetapkan jenis peruntukkan harta wakaf, misalnya untuk pemberdayaan komunitas secara integral. Seperti pemberdayaan pendidikan, pemberdayaan, pemberdayaan kesehatan, pemberdayaan sosial dan pemberdayaan ekonomi suatu komunitas.

  1. Saran
Demikianlah pemaparan makalah dengan tema “Pengaman Sosial (Wakaf, Hibah, Shodaqoh, dan Infaq)”. Apabila terdapat kekurangan mengenai pembahasan tersebut, pemakalah meminta maaf sebelumnya, dan semoga bermanfaat bagi pembaca.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Syukron, Rekonstruksi Hukum Islam Kajian Historis atau Urgensi Pelembagaan Wakaf Produktif di Indonesia. Jurnal Penelitian Vol. 8, No. 2, November 2011.
Anonim. Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai. Jakarta. Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2007.
Anonim. Potensi Wakaf Uang Serta Dampaknya Terhadap Perekonomian.  Jurnal Dialog Balitbang Kemenag RI No. 70. Tahun  2010.
Anonim. Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia. Jakarta. Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI. 2007.
Helmi Karim. Fifq Mu’amalah. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 1997.
Indah Piliyanti. Transformasi Tradisi Filantropi Islam :Studi Model Pendayagunaan Zakat, Infaq, Sadaqah, Wakaf Di Indonesia. Ekonomica Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Ekonomi Islam nomor II / Edisi II / November 2010.
Mohammad Mu’alim dan Abdurrahman. Menggiatkan Wakaf Uang (Tunai) sebagai Upaya Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Jurnal Bimas Islam Vol.7. No.IV 2014.
Muhammad Sanusi. The Power of Sedekah. Yogyakarta. Pustaka Insan Madani. 2009.
Murni Djamal. Ilmu Fiqih Jilid. Jakarta. Departemen Agama. 1985.
Najmuddin. Zuhdi & Elvi Na’imah. Studi Islam 2 Cet. 3. Surakarta. Lembaga Pengembangan Ilmu-Ilmu Dasar. 2006.
Rusna Dewi Abdul Rashid, Nor Hisyam AhmadPengurusan Harta Melalui Hibah: Kepentingan dan Manfaat dari Pelbagai Aspek untuk Kemajuan Ummah, Jurnal Hadhari 5 (1) (2013) 91 – 104,  Universiti Teknologi Mara Perlis, Malaysia, 2015.
Sabiq Sayyid. Fiqh Sunnah. Bandung. Al-Maarif. 1987.
Siah Khosyi’ah. Wakaf dan Hibah Perspektif Ulama Fiqh dan Perkembangannya di Indonesia. Bandung. Pustaka Setia. 2010.
Syaikh Syamsuddin Abi Abdillah Muhammad Qasim Al-Gozi As Syafi’i. Al-Balagh. Tuban.
Yasin dan Solikhul Hadi. Fiqih Ibadah. Kudus. Dipa STAIN Kudus. 2008.















[1] Murni Djamal, Ilmu Fiqih Jilid 3, Jakarta: Departemen Agama, 1985, hlm. 217.
۲ ا لو قف و هو لغة ا لحبس و شر عا حبس ما ل معين قا بل للنقل يمكن ا لا نتفا ع به مع بقا ء عينه
[3] Anonim, Potensi Wakaf Uang Serta Dampaknya Terhadap Perekonomian,  Jurnal Dialog Balitbang Kemenag RI No. 70, Tahun  2010, hlm. 3.
[4] Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Bandung: Al-Maarif, 1987, hlm. 45.
[5] Helmi Karim, Fifq Mu’amalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997, hlm. 104.
[6] Murni Djamal, Op.Cit., hlm. 220.
[7] Ibid., hlm. 230.
۸فصل في ا حكام ا لهبة هي لغة ماء خو ذة من هبو ب ا لر يح و يبو ز ا ن تكو ن من هب من نو مه
[9] Murni Djamal, Ilmu Fiqih Jilid 3, Jakarta: Departemen Agama, 1985, hlm. 207.

[10] Rusna Dewi Abdul Rashid, Nor Hisyam AhmadPengurusan Harta Melalui Hibah: Kepentingan dan Manfaat dari Pelbagai Aspek untuk Kemajuan Ummah, Jurnal Hadhari 5 (1) (2013) 91 – 104,  Universiti Teknologi Mara Perlis, Malaysia, 2015, hlm. 94.
[11] Ibid., hlm.97.
[12] Siah Khosyi’ah, Wakaf dan Hibah Perspektif Ulama Fiqh dan Perkembangannya di Indonesia, Bandung: Pustaka Setia, 2010, hlm.242.
[13] Yasin dan Solikhul Hadi, Fiqih Ibadah, Kudus: Dipa STAIN Kudus, 2008, hlm. 66.
[14] Indah Piliyanti, Transformasi Tradisi Filantropi Islam :Studi Model Pendayagunaan Zakat, Infaq, Sadaqah, Wakaf Di Indonesia, Ekonomica Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Ekonomi Islam nomor II / Edisi II / November 2010, hlm. 3.
[15] Ibid., hlm. 80.
[16] Muhammad Sanusi, The Power of Sedekah, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2009, hlm.12.
[17] Najmuddin, Zuhdi & Elvi Na’imah, Studi Islam 2, Cet. 3. Surakarta: Lembaga Pengembangan Ilmu-Ilmu Dasar, 2006 hal 37-38.
[18]Muhammad Sanusi,  Op.Cit., hlm. 13.
[19] Anonim, Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2007, hlm. 13.
[20] Mohammad Mu’alim dan Abdurrahman, Menggiatkan Wakaf Uang (Tunai) sebagai Upaya Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat, Jurnal Bimas Islam Vol.7. No.IV 2014, hlm. 738.
[21] Ibid., hlm. 739.
[22] Ibid., hlm. 740.
[23]Ahmad Syukron, Rekonstruksi Hukum Islam Kajian Historis atau Urgensi Pelembagaan Wakaf Produktif di Indonesia, Jurnal Penelitian Vol. 8, No. 2, November 2011, hlm. 275.
[24] Anonim, Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2007, hlm. 10.
[25] Anonim, Potensi Wakaf Uang Serta Dampaknya Terhadap Perekonomian,  Jurnal Dialog Balitbang Kemenag RI No. 70, Tahun  2010, hlm. 5.
[26] Ibid., hlm. 6.
[27] Anonim, Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2007, hlm. 41.