Senin, 30 November 2015

ISU-ISU KURIKULUM TERKINI



ISU-ISU KURIKULUM TERKINI
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Pengembangan Kurikulum PAI
Dosen Pengampu: Mu’alimul Huda, M.Pd.I

Disusun oleh kelompok 11:
1.         Risalatul Umami                (1410110069)
2.         M. Humam Abdillah          (1410110070)
3.         Ristiana Nisa’                    (1410110074)
Kelas: B








 
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
          JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Kurikulum merupakan salah satu bagian penting terjadinya suatu proses pendidikan. Karena suatu pendidikan tanpa adanya kurikulum akan kelihatan amburadul dan tidak teratur. Hal ini akan menimbulkan perubahan dalam perkembangan kurikulum, khususnya di Indonesia. Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dan sekaligus digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pada berbagai jenis dan tingkat sekolah.
Sejak isu reformasi pendidikan digulirkan, maka banyak bermunculan gagasan-gagasan pembaharuan pendidikan. Reformasi sebagai sebuah gerakan yang memiliki perspektif sejarah politik monumental, karena era reformasi menjadi era pemerintahan substitusi pemerintahan orde baru. Tentunya gagasan reformasi pendidikan ini memiliki momentum yang amat mendasar dan berbeda dengan gagasan yang sama pada era sebelumnya.
Arah reformasi dalam mewujudkan pengembangan pendidikan terkait dengan kebijakan kurikulum adalah ikut diperbaharuinya kurikulum yang ada sebelumnya dari kurikulum 1994 diperbaharui menjadi kurikulum 2004 atau KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Selang dua tahun kemudian KBK pun telah mengalami pembaharuan kembali menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) atau kurikulum 2006, hingga kurikulum 2013.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana isu isu actual tentang kirikulum 2013  di indonesia?
2.      Bagaimana pendidikan karakter bangsa Indonesia?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Isu Isu Actual Tentang Kirikulum 2013  Di Indonesia
1.      Kurikulum 2013 Masih Mentah
Rencana penerapan Kurikulum 2013 dinilai masih mentah. Masih banyak detil kolaborasi rencana konseptual dan praktik yang belum jelas, bahkan cenderung merugikan para pengajar dan siswa sendiri.
Rencana peleburan sejumlah mata pelajaran di jenjang sekolah dasar, salah satunya, yang masih sulit diterima. Pengamat pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Suryadi menilai upaya peleburan tersebut akan menimbulkan masalah, terutama terkait keberadaan guru.
"Yang saya dengar melalui pemberlakuan kurikulum 2013 pada tahun ajaran 2013/2014 sejumlah mata pelajaran akan diintegrasikan atau dilebur, ini kemungkinan akan mengurangi jumlah guru, belum lagi guru yang didaulat mengajar akan kesulitan karena integrasi tersebut," ujar Suryadi saat dihubungi dari Jakarta, Senin (4/3/2013).
Memang, lanjutnya, sangat mudah melakukan integrasi isi pelajaran secara kontekstual. Namun, pada akhirnya, praktik di lapangan yang akan membuktikan keberhasilannya.
Suryadi tak yakin rencana peleburan tersebut bisa direalisasikan dengan mulus di sekolah meski Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah menetapkan rencana untuk melatih ribuan guru untuk menjadi guru inti atau master teacher. Menurutnya, waktu pelatihan guru-guru yang akan membimbing guru-guru lain di daerahnya itu terlalu singkat.
"Tahun ajaran baru semakin dekat, namun hingga saat ini belum terlihat pergerakan nyata. Selain itu arah dari kurikulum 2013 ini belum begitu bisa ditangkap, karena tidak jelas apakah pendidikan nantinya akan berbasis isi atau kompetensi, layaknya pendidikan yang selama ini berlangsung," tambahnya.
Menurutnya, pemerintah tak perlu terburu-buru untuk merealisasikan penerapan kurikulum baru dan menjadikan tahun ini sebagai tahun uji coba. Setelah itu, pemerintah bisa melakukan evaluasi tahun depan untuk memutuskan perlu atau tidaknya penerapan Kurikulum 2013.

2.      Kurikulum 2013 Belum Maksimal
Sebelumnya, Anggota Komisi X DPR RI Raihan Iskandar juga meminta pemerintah menunda sejenak implementasi kurikulum 2013 karena persiapan dan sosialisasi dari pemerintah dirasakan masih belum maksimal.
"Kalau mau sebaiknya ditunda sebentar saja penerapannya, agar kita bisa duduk kembali bersama-sama, saya yakin akan lebih bagus. Karena rasanya belum maksimal sosialisasinya," kata Raihan saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (2/3/2013).
Raihan mengatakan sosialisasi kurikulum 2013 yang belum maksimal tercermin melalui kunjungan kerja Komisi X ke Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan, di mana para tenaga pengajar baru mengerti mengenai rencana pergantian kurikulum, namun belum memahami secara detail isi dari kurikulum baru itu sendiri.
"Mereka hanya mengerti ada pergantian kurikulum, tapi soal isinya belum dikuasai. Jadi baru tahu ’kulit’-nya saja," tandasnya.

3.      Isu Mengenai Pencabutan Kurikulum 2013
Praktisi pendidikan dari Universitas Negeri Malang, Jawa Timur, Suko Wiyono, menilai kebijakan pencabutan kurikulum 2013 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan merupakan diskriminasi dalam dunia pendidikan. Pasalnya, kebijakan itu tidak diterapkan kepada seluruh sekolah."Saya menyayangkan kebijakan pemerintah pusat yang mencabut kurikulum 2013 ini, apalagi hanya diberlakukan bagi sekolah yang belum menerapkan atau yang baru menerapkan (semester pertama) saja. Sedangkan sekolah yang sudah berjalan selama tiga semester bisa melanjutkannya karena dianggap sumber daya manusia (SDM)-nya sudah siap dan mumpuni," ujar Suko Wiyono, Rabu (17/12/2014), seperti dikutip Antara.Menurut dia, ketidakmerataan pemberlakuan kurikulum tersebut memicu diskriminasi dalam dunia pendidikan karena ada sekolah yang dipaksa kembali memberlakukan kurikulum 2006 (KTSP).

4.      Kegagalan Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 dinilai mulai diragukan efektivitasnya. Ada beberapa hal penting yang patut diperhatikan.
a. Guru tidak siap mengajarkan kurikulum ini.
b.  Kedua, infrastruktur kurikulum belum tersedia sepenuhnya.
Hal lain yang berpotensi akan mempengaruhi penerapan kurikulum ini adalah pergantian rezim di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pasca pemilihan presiden (Pilpres) 2014. Kurikulum yang secara serentak diberlakukan mulai tahun ajaran 2014/2015 di semua jenjang sekolah, mulai dasar hingga menengah ini dinilai terlalu dipaksakan untuk diterapkan.
Berbagai masalah muncul ketika banyak sekolah mengeluh karena belumtersedianya buku paket untuk murid maupun pegangan guru. Masalah lainnya adalah minimnya kesiapan guru dalam menerapkan kurikulum ini karena banyak guru yang belum mendapat pelatihan

B.       Pendidikan Karakter
Krisis dalam karaketr bangsa, sedikit banyak juga terkait dengan semakin tiadanya harmoni dalam keluarga. Banyak keluarga mengalami disorientasi bukan hanya karena krisis ekonomi, tetapi juga Karen aserbuan globalisasi nilai-nilai dan gaya hidup yang tidak selalu kompatibel dengan nilai-nilai dan norma-norma agama, social-budaya nasional dan local Indonesia.
Akibatnya, tidak heran kalau banyak anak yang keluar dari keluarga dan rumah tangga hampir tidak memiliki karakter. Banyak di antara anak-anak yang alim dan bajik di rumah, tetapi nkal di sekolah, terlibat dalam tawuran, penggunaan obat-obat terlarang, dan bentuk-bentuk tindakan criminal lainnya, seperti perampokan bus kota dan sebagainya. Inilah anak-anak yang bukan hanya tidak memiliki kebajikan (righteous-ness) dan inner beauty dalam karaketrnya, tetapi malah mengalami kepribadian terbelah (split personality)
Sekolah menjadi seolah tidak berdaya menghadapi kenyataan ini. Menghadapi berbagai masalah berat menyangkut kurikulum yang overload, fasilitas yang tidak memadai, kesekahteraan guru dan tenaga kependidikan yang rendah, sekolah seolah kehilangan relevansinya dengan pembentukan karakter. Sekolah, sebagai konsekuensinya, lebih merupakan sekadar tempat bagi transfer of knogledge daro pada character building.  
Pembentukan dan pendidikan karakter melalui sekolah merupakan usaha mulia yang terdesak untuk dilakukan. Bahkan, kalau kita berbicara tentang masa depan, sekolah bertanggung jawab bukan hanya mencetak peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga dalam karakter dan kepribadian. Dan hal ini relevan dan kontekstual bukan hanya di Negara-negara yang tengah mengalami krisis karakter seperti Indonesia, tetapi juga bagi Negara-negara maju.[1]
Usaha pembentukan dan pendidikan karakter melali sekolah, bisa dilakukan setidaknya melalui pendekatan, sebagai berikut:
1.      Menerapkan pendekatan modeling atau exemplary  atau uswah hasanah.
Yakni mensosialisasikan dan membiasakan lingkungan sekolah untuk menghidupkan dan menegakkan nilai-nilai akhlak dan moral yang benar melalui model atau teladan. Setiap guru dan tenaga kependidikan lain dilingkungan sekolah hendaklah mampu menjadi uswah hasanah bagi setiap peserta didik. Mereka juga harus terbuka dan siap untuk mendiskusikan dengan peserta didik tentang berbagai nilai yang baik tersebut.
2.      Menjelaskan atau mengklarifikasikan kepada peserta didik secara terus menerus tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk.
Usaha ini bisa bibarengi pula dengan langkah-langkah:
a.       member penghargaan danmenumbuhsuburkan nilai-nilai yang baik
b.      mengecam dan  mencegah berlakunya nilai-nilai yang buruk
c.       menegaskan nilai-nilai yang baik dan buruk secara terbuka dan kontinu
d.      member keempatan kepada peserta didik untuk memilih sebagi alternative sikap dan tindakan berdasarkan nilai
e.       melakukan pilihan secara bebas setelah menimbang dalam-dalam berbagai konsekuensi dari setiap pilihan dan tindakan
f.       membiasakan bersikap dan bertindak atas niat dan prasangka baik (husn al-zhan) dan tujuan-tujuan ideal
g.      membiasakan bersikap dan bertindak dengan pola-pola yang baik yang diulangi secara terus menerus dan konsisten
3.      Menerapkan pendidikan bernasis karater (character-based education).
            Hal ini bisa dilakukan dengan menerapakan character-based approach ke dalam setiap mata pelajaran yang ada di samping mata pelajararan-mata pelajaran khusus untuk pendidikan karakter, seperti pelajaran agama, sejarah, Pancasila, dan sebagainya. Memandang kritik terhadap mata pelajaran terkhir ini, maka perlu silakukan reorientasi baik dari segi isi/muatan dan pendekatan, sehingga mereka tidak hanya menjadi verbalisme dan sekedar hafalan, tetapi betul-betul berhasil membantu pembentukan karakter. Wallahu a’lam bi al-shawab



BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
1.      Isu Isu Actual Tentang Kirikulum 2013  Di Indonesia
Rencana penerapan Kurikulum 2013 dinilai masih mentah. Masih banyak detil kolaborasi rencana konseptual dan praktik yang belum jelas, bahkan cenderung merugikan para pengajar dan siswa sendiri.
Pemerintah tak perlu terburu-buru untuk merealisasikan penerapan kurikulum baru dan menjadikan tahun ini sebagai tahun uji coba. Setelah itu, pemerintah bisa melakukan evaluasi tahun depan untuk memutuskan perlu atau tidaknya penerapan Kurikulum 2013.
2.      Pendidikan Karakter
Sekolah menjadi seolah tidak berdaya menghadapi perilaku anak bangsa. Menghadapi berbagai masalah berat menyangkut kurikulum yang overload, fasilitas yang tidak memadai, kesekahteraan guru dan tenaga kependidikan yang rendah, sekolah seolah kehilangan relevansinya dengan pembentukan karakter. Sekolah, sebagai konsekuensinya, lebih merupakan sekadar tempat bagi transfer of knogledge daro pada character building.  
B.       Saran
Semoga kita dapat mengambil hikmah dari apa yang telah kita bahas bersama, tentang evaluasi pendidikan. Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah kami, dan kami sadar bahwa makalah kami masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.





DAFTAR PUSTAKA

Sholeh Hidayah, Pengembangan Kurikulum Baru, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya Offsed, 2013. Hlm: 120


[1] Azyumardi Azra, Paradigma baru Pendidikan Nasional, Buku Kompas: Jakarta, 2002. Hlm: 171

METODE DISKUSI DAN TANYA JAWAB



METODE DISKUSI DAN TANYA JAWAB

Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Tafsir II (Tarbawi)
Dosen pengampu: Mufatihatut Taubah, S.Ag, M.Pd.I

Disusun oleh kelompok 8:
1.         M. Amrul Hakim  (1410110045)
2.         Faizatun Nikmah  (1410110058)
3.         Ristiana Nisa’        (1410110074)
Kelas: B








 
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
          JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam, di dalamnya memuat berbagai informasi tentang seluruh kehidupan yang berkaitan dengan manusia. Karena memang Al-Qur’an diturunkan untuk umat manusia, sebagai sumber pedoman dan sumber ilmu pengatahuan. Salah satunya adalah hal yang berkaitan dengan pendidikan. Pendidikan merupakan faktor penting yang menentukan kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia bisa meningkatkan kualitas hidupnya.
Metode merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar mengajar di lembaga pendidikan. Apabila proses pendidikan tidak menggunakan metode yang tepat maka akan sulit untuk mendapatkan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Metode Pendidikan dalam Islam tidak terlepas dari sumber pokok ajaran yaitu Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai tuntunan dan pedoman bagi umat telah memberikan garis-garis besar mengenai pendidikan terutama tentang metode pengajaran.
Metode yang baik tidak akan mencapai tujuan bila guru tidak lihai menyampaikannya. Begitu juga sebaliknya metode yang kurang baik dan konvensional akan berhasil dengan sukses, bila disampaikan oleh guru yang kharismatik dan berkepribadian, sehingga peserta didik mampu mengamalkan apa yang disampaikannya tersebut.
Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam di dalamnya memuat berbagai informasi tentang seluruh kehidupan yang berkaitan dengan manusia. Karena memang Al-Qur’an diturunkan untuk umat manusia, sebagai sumber pedoman, sumber inspirasi dan sumber ilmu pengatahuan. Salah satunya adalah hal yang berkaitan dengan pendidikan. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan di jelaskan sedikit tentang beberapa metode pengajaran dalam perspektif Al-Qur’an.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian diskusi dan tanya jawab menurut Q.S An-Nahl: 125 dan 43?
2.      Bagaimana metode diskusi dan tanya jawab menurut Q.S An-Nahl: 125 dan 43?
3.      Apa kekurangan dan kelebihan metode diskusi dan tanya jawab menurut Q.S An-Nahl: 125 dan 43?
4.      Apa saja hikmah yang terkandung dalam metode diskusi dan tanya jawab menurut Q.S An-Nahl: 125 dan 43?






















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Teks Ayat
Surat An-Nahl (16): 125
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ   ﴿۱۲۵﴾
 
Surat An-Nahl (16): 43

 ….فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ ﴿٤٣﴾

 

B.     Terjemahan Ayat
Terjemahan ayat surat An-Nahl (16): 125
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Terjemahan ayat surat An-Nahl (16): 125

Artinya: “….Bertanyalah kalian kepada ahlinya jika kalian tidak mengetahui”.


C.     Asbabun Nuzul
            Para mufasir berbeda pendapat seputar sabab an-nuzul (latar belakang turunnya) ayat ini. Al-Wahidi menerangkan bahwa ayat ini turun setelah Rasulullah SAW menyaksikan jenazah 70 sahabat yang syahid dalam Perang Uhud, termasuk Hamzah, paman Rasulullah. Al-Qurthubi menyatakan bahwa ayat ini turun di Makkah ketika adanya perintah kepada Rasulullah SAW, untuk melakukan gencatan senjata (muhadanah) dengan pihak Quraisy. Akan tetapi, Ibn Katsir tidak menjelaskan adanya riwayat yang menjadi sebab turunnya  ayat tersebut.
Meskipun demikian, ayat ini tetap berlaku umum untuk sasaran dakwah siapa saja, Muslim ataupun kafir, dan tidak hanya berlaku khusus sesuai dengan sabab an- nuzul-nya (andai kata ada sabab an-nuzul-nya).
D.    Munasabah Ayat
E.     Pendapat Para Mufassir
1.      Pengertian Diskusi/Mujadalah
Mujadalah (al-Hiwar)[1] dalam konteks dakwah dan pendidikan diartikan dengan dialog atau diskusi sebagai kata “ameliorative” berbantah-bantahan. Mujadalah berarti menggunakan metode diskusi ilmiyah yang baik dengan cara lemah lembut serta diiringi dengan wajah penuh persahabatan sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah SWT.
Menurut pendapat Quraish Shihab dalam kitabnya Al-Mishbah dijelaskan bahwa jidal/perdebatan adalah metode yang digunakan untuk menghadapi Ahl al-Kitab dan penganut agama-agama lain dengan cara yang terbaik yaitu dengan logika dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan. Hal senada juga disampaikan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirmya bahwa mujadalah ini adalah cara penyampaian melalui diskusi dengan wajah yang baik kalimat lemah lembut dalam berbicara.[2]
Metode penyampaian ini dicontohkan oleh Nabi Musa dan Nabi Harun ketika berdialog-diskusi dan berbantahan dengan Fir’aun.[3] Sedangkan hasil akhirnya dikembalikan kepada Allah SWT. Sebab hanya Allahlah yang mengetahui orang tersebut mendapat petunjuk atau tidak. Metode diskusi yaitu cara penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan, menganalisa guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan masalah. Dalam kajian metode mengajar disebut metode “hiwar” (dialog). Diskusi memberikan peluang sebesar-besarnya kepada para siswa untuk mengeksplor pengetahuan yang dimilikinya kemudian dipadukan dengan pendapat siswa lain. Satu sisi mendewasakan pemikiran, menghormati pendapat orang lain, sadar bahwa ada pandapat di luar pendapatnya dan disisi lain siswa merasa dihargai sebagai individu yang memiliki potensi, kemampuan dan bakat bawaannya.
Metode mujadalah lebih menekankan kepada pemberian dalil, argumentasi dan alasan yang kuat. Para siswa berusaha untuk menggali potensi yang dimilikinya untuk mencari alasan-alasan yang mendasar dan ilmiah dalam setiap argumen diskusinya. Para guru hanya bertindak sebagai motivator, stimulator, fasilitator atau sebagai instruktur. Sistem ini lebih cenderung ke “Student Centre” yang menekankan aspek penghargaan terhadap perbedaan individu para peserta didik (individual differencies) bukan “Teacher Centre”.

2.      Pengertian Tanya Jawab

Metode Tanya jawab adalah penyampaian pelajaran dengan cara guru mengajukan pertanyaan dan murid menjawab, begitu pula sebaliknya, siswa bertanya guru menjawab.

Dalam surat an-nahl ayat 43 yaitu :
….فسئلوا اهل الذكر ان كنتم لا تعلمون

Artinya: “….Bertanyalah kalian kepada ahlinya jika kalian tidak mengetahui”.

Di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna, masing–masing punya kelebihan dan kekurangan. Apa yang diketahui oleh guru atau dosen belum tentu diketahui oleh siswa, begitu pula sebaliknya, apa yang diketahui oleh siswa belum tentu pula diketahui oleh guru. Makannya apa yang tidak kita ketahui, tanyakanlah kepada orang lain atau tanyakan kepada ahlinya.

 

3.      Kelebihan dan Kekurangan Metode Diskusi

a.       Kelebihan Metode Diskusi:

1)      Suasana kelas menjadi bergairah, dimana para siswa mencurahkan perhatian dan pemikiran mereka terhadap masalah yang sedang di bicarakan.

2)      Dapat menjalani hubungan sosial antara individu siswa sehingga menimbulkan rasa harga diri, toleransi, demokrasi, berfikir kritis dan sistematis.
3)      Hasil diskusi dapat dipahami oleh siswa karena mereka secara aktif mengikuti perdebatan yang berlangsung dalam diskusi. 
4)      Adanya kesadaran para siswa dalam mengikuti dan mengetahi aturan-aturan yang berlaku dalam diskusi merupakan refleksi kejiwaan dan sikap mereka untuk disiplin dan menghargai pendapat orang lain.
b.      Kekurangan Metode Diskusi:
1)      Adanya sebagian siswa yang kurang berparsitipasi secara aktif dalam diskusi dapat menimbulkan sikap acuh tak acuh dan tidak  ikut bertanggung jawab terhadap hasil diskusi.
2)      Sulit meramalkan hasil yang ingin dicapai karena penggunaan waktu yang terlalu panjang.
3)      Para siswa mengalami kesulitan mengeluarkan ide-ide atau pendapat mereka secara ilmiah atau sistematis.

4.      Kelebihan dan Kekurangan Metode Tanya Jawab
a.       Kelebihan Metode Tanya Jawab
1)      Kelas akan menjadi hidup karena siswa dibawa ke arah berfikir secara aktif
2)      Siswa terlatih berani mengemukakan pertanyaan atau jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh guru.
3)      Dapat mengaktifkan retensi siswa terhadap pelajaran yang telah lalu.
b.      Kekurangan Metode Tanya Jawab
1)      Waktu yang digunakan dalam pelajaran tersita dan kurang dapat dikontrol secara baik oleh guru  karena banyaknya pertanyaan yang timbul dari siswa.
2)      Kemungkinan terjadi penyimpangan perhatian siswa bilamana terdapat pertanyaan atau jawaban yang tidak berkenaan dengan sasaran yang dibicarakan.
3)      Jalannya pengajaran kurang dapat terkoordinir secara baik, karena timbulnya pertanyaan–pertanyaan dari siswa yang mungkin tidak dapat dijawab secara tepat, baik oleh guru maupun siswa. [4]



F.      Analisis
                Mujadilhum Bi al-lati Hiya Ahsan (جادلهم بالتى هي احسن) bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik Esensi dari ayat di atas adalah, bahwa Allah SWT memerintahkan bermujadalah hanya dengan cara yang terbaik, sehingga salah satu cara dalam menyeru manusia kepada kebenaran.
Berdasarkan penafsiran para mufassir, dapat diketahui bahwa mujadalah bi al-lati hiya ahsan, mengandung arti sebagai berikut:
1.      Bantahan yang lebih baik, dengan memberi manfaat, bersikap lemah lembut, perkataan yang baik, bersikap tenang dan hati-hati, menahan amarah serta lapang dada.
2.      Perdebatan yang baik, yaitu membawa mereka berpikir untuk menemukan kebenaran, menciptakan suasana yang nyaman dan santai serta saling menghormati
3.      Perbantahan atau pertukaran pikiran dengan baik yaitu tidak menyakiti hati dan menggunakan akal yang sehat.
Bila diaplikasikan ke dalam pendidikan Islam maka mujadalah dapat dijadikan suatu metode pendidikan agama Islam sebagai metode mujadalah bi al-lati hiya ahsan.














BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Berdakwah juga harus jadihum billati hiya ahsan, mendebat dengan cara yang lebih baik. Tanpa bertindak dzolim terhadap orang yang menentang ataupun sikap peremehan dan pencelaan terhadapnya. Sehingga seorang dai merasa tenang dan merasakan bahwa tujuannya berdakwah bukanlah untuk mengalahkan orang lain dalam berdebat. Akan tetapi untuk menyadarkan dan menyampaikan kebenaran kepadanya. Jiwa manusia pasti memiliki sifat sombong dan membangkang. Dan itu tidak bisa dihadapi kecuali dengan cara kelembutan, sehingga jiwanya tidak merasa dikalahkan. Yang paling cepat bergolak dengan hati adalah bobot sebuah ide/ pendapat, dan bobot/ nilainya itu ada pada jiwa-jiwa manusia. Maka meremehkan penggunaan pendapat sama saja dengan merendahkan kewibawaan, kehormatan dan eksistensinya.
Berdebat dengan cara yang baik inilah yang akan meredakan keangkuhan yang sensitif itu. Orang yang diajak berdebat itu pun akan merasakan bahwa dirinya dihormati dan dihargai. Seorang dai tidak diperintahkan kecuali mengungkapkan hakikat yang sebenarnya dan memberikan petunjuk kepadanya dijalan Allah, jadi bukan untuk membela dirinya, mempertahankan pendapatnya, atau mengalahkan pendapat orang lain! agar seorang dai bisa mengendalikan semangat dan motivasi dirinya, konteks ayat Al-Qur'an memberikan petunjuk bahwa Allah lah yang lebih mengetahui siapa saja yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.





DAFTAR PUSTAKA

Shihab M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah, Lentera Hati, Jakarta. 2002.
Nata Abuddin, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, PT. Raja Grafindo, Jakarta. 2013.
Suparta Munzier dan Hefni Harjani, Metode Dakwah, Prenada Ilmu, Jakarta.
Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi, Zanafa Publishing, Pekanbaru. 2011.
Usman Basyirudin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Ciputat Pers, Jakarta, 2002


[1] Suparta Munzier dan Hefni Harjani, Metode Dakwah, Prenada Ilmu, Jakarta. 2003. Hlm: 19
[2] Shihab M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah, Lentera Hati, Jakarta. 2002. Hlm: 386
[3] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi, Zanafa Publishing, Pekanbaru. 2011. Hal: 156
[4] Basyirudin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Ciputat Pers, Jakarta, 2002, Hlm 43-44.