ISU-ISU KURIKULUM TERKINI
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Pengembangan Kurikulum PAI
Dosen Pengampu: Mu’alimul Huda, M.Pd.I
Disusun
oleh kelompok 11:
1.
Risalatul
Umami (1410110069)
2.
M.
Humam Abdillah (1410110070)
3.
Ristiana
Nisa’ (1410110074)
Kelas:
B
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kurikulum merupakan salah satu bagian penting
terjadinya suatu proses pendidikan. Karena suatu pendidikan tanpa adanya
kurikulum akan kelihatan amburadul dan tidak teratur. Hal ini akan menimbulkan
perubahan dalam perkembangan kurikulum, khususnya di Indonesia. Kurikulum merupakan salah satu alat
untuk mencapai tujuan pendidikan, dan sekaligus digunakan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar pada berbagai jenis dan tingkat sekolah.
Sejak isu reformasi pendidikan digulirkan, maka
banyak bermunculan gagasan-gagasan pembaharuan pendidikan. Reformasi sebagai
sebuah gerakan yang memiliki perspektif sejarah politik monumental, karena era
reformasi menjadi era pemerintahan substitusi pemerintahan orde baru. Tentunya
gagasan reformasi pendidikan ini memiliki momentum yang amat mendasar dan
berbeda dengan gagasan yang sama pada era sebelumnya.
Arah reformasi dalam mewujudkan pengembangan
pendidikan terkait dengan kebijakan kurikulum adalah ikut diperbaharuinya kurikulum
yang ada sebelumnya dari kurikulum 1994 diperbaharui menjadi kurikulum 2004
atau KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Selang dua tahun kemudian KBK pun
telah mengalami pembaharuan kembali menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan) atau kurikulum 2006, hingga kurikulum 2013.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana isu isu actual tentang
kirikulum 2013 di indonesia?
2.
Bagaimana pendidikan karakter bangsa Indonesia?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Isu Isu Actual
Tentang Kirikulum 2013 Di Indonesia
1.
Kurikulum 2013
Masih Mentah
Rencana
penerapan Kurikulum 2013 dinilai masih mentah. Masih banyak detil kolaborasi
rencana konseptual dan praktik yang belum jelas, bahkan cenderung merugikan para
pengajar dan siswa sendiri.
Rencana
peleburan sejumlah mata pelajaran di jenjang sekolah dasar, salah satunya, yang
masih sulit diterima. Pengamat pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
Suryadi menilai upaya peleburan tersebut akan menimbulkan masalah, terutama
terkait keberadaan guru.
"Yang saya
dengar melalui pemberlakuan kurikulum 2013 pada tahun ajaran 2013/2014 sejumlah
mata pelajaran akan diintegrasikan atau dilebur, ini kemungkinan akan
mengurangi jumlah guru, belum lagi guru yang didaulat mengajar akan kesulitan
karena integrasi tersebut," ujar Suryadi saat dihubungi dari Jakarta,
Senin (4/3/2013).
Memang,
lanjutnya, sangat mudah melakukan integrasi isi pelajaran secara kontekstual.
Namun, pada akhirnya, praktik di lapangan yang akan membuktikan keberhasilannya.
Suryadi tak
yakin rencana peleburan tersebut bisa direalisasikan dengan mulus di sekolah
meski Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah menetapkan
rencana untuk melatih ribuan guru untuk menjadi guru inti atau master
teacher. Menurutnya, waktu pelatihan guru-guru yang akan membimbing
guru-guru lain di daerahnya itu terlalu singkat.
"Tahun
ajaran baru semakin dekat, namun hingga saat ini belum terlihat pergerakan
nyata. Selain itu arah dari kurikulum 2013 ini belum begitu bisa ditangkap,
karena tidak jelas apakah pendidikan nantinya akan berbasis isi atau
kompetensi, layaknya pendidikan yang selama ini berlangsung," tambahnya.
Menurutnya,
pemerintah tak perlu terburu-buru untuk merealisasikan penerapan kurikulum baru
dan menjadikan tahun ini sebagai tahun uji coba. Setelah itu, pemerintah bisa
melakukan evaluasi tahun depan untuk memutuskan perlu atau tidaknya penerapan
Kurikulum 2013.
2.
Kurikulum 2013 Belum Maksimal
Sebelumnya,
Anggota Komisi X DPR RI Raihan Iskandar juga meminta pemerintah menunda sejenak
implementasi kurikulum 2013 karena persiapan dan sosialisasi dari pemerintah
dirasakan masih belum maksimal.
"Kalau mau
sebaiknya ditunda sebentar saja penerapannya, agar kita bisa duduk kembali
bersama-sama, saya yakin akan lebih bagus. Karena rasanya belum maksimal
sosialisasinya," kata Raihan saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu
(2/3/2013).
Raihan
mengatakan sosialisasi kurikulum 2013 yang belum maksimal tercermin melalui
kunjungan kerja Komisi X ke Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan, di mana para
tenaga pengajar baru mengerti mengenai rencana pergantian kurikulum, namun
belum memahami secara detail isi dari kurikulum baru itu sendiri.
"Mereka
hanya mengerti ada pergantian kurikulum, tapi soal isinya belum dikuasai. Jadi
baru tahu ’kulit’-nya saja," tandasnya.
3. Isu
Mengenai Pencabutan Kurikulum 2013
Praktisi
pendidikan dari Universitas Negeri Malang, Jawa Timur, Suko Wiyono, menilai
kebijakan pencabutan kurikulum 2013 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Anies Baswedan merupakan diskriminasi dalam dunia pendidikan. Pasalnya,
kebijakan itu tidak diterapkan kepada seluruh sekolah."Saya menyayangkan
kebijakan pemerintah pusat yang mencabut kurikulum 2013 ini, apalagi hanya
diberlakukan bagi sekolah yang belum menerapkan atau yang baru menerapkan
(semester pertama) saja. Sedangkan sekolah yang sudah berjalan selama tiga
semester bisa melanjutkannya karena dianggap sumber daya manusia (SDM)-nya
sudah siap dan mumpuni," ujar Suko Wiyono, Rabu (17/12/2014), seperti
dikutip Antara.Menurut dia, ketidakmerataan pemberlakuan kurikulum
tersebut memicu diskriminasi dalam dunia pendidikan karena ada sekolah yang
dipaksa kembali memberlakukan kurikulum 2006 (KTSP).
4.
Kegagalan Kurikulum 2013
Kurikulum
2013 dinilai mulai diragukan efektivitasnya. Ada beberapa hal penting yang
patut diperhatikan.
a. Guru tidak siap mengajarkan
kurikulum ini.
b. Kedua, infrastruktur kurikulum belum tersedia
sepenuhnya.
Hal lain yang berpotensi akan
mempengaruhi penerapan kurikulum ini adalah pergantian rezim di Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pasca pemilihan presiden (Pilpres)
2014. Kurikulum yang secara serentak diberlakukan mulai tahun ajaran 2014/2015
di semua jenjang sekolah, mulai dasar hingga menengah ini dinilai terlalu
dipaksakan untuk diterapkan.
Berbagai masalah muncul ketika banyak
sekolah mengeluh karena belumtersedianya buku paket untuk
murid maupun pegangan guru. Masalah lainnya adalah minimnya kesiapan guru dalam
menerapkan kurikulum ini karena banyak guru yang belum mendapat pelatihan
B.
Pendidikan Karakter
Krisis dalam karaketr bangsa, sedikit banyak juga terkait
dengan semakin tiadanya harmoni dalam keluarga. Banyak keluarga mengalami
disorientasi bukan hanya karena krisis ekonomi, tetapi juga Karen aserbuan
globalisasi nilai-nilai dan gaya hidup yang tidak selalu kompatibel dengan
nilai-nilai dan norma-norma agama, social-budaya nasional dan local Indonesia.
Akibatnya,
tidak heran kalau banyak anak yang keluar dari keluarga dan rumah tangga hampir
tidak memiliki karakter. Banyak di antara anak-anak yang alim dan bajik di
rumah, tetapi nkal di sekolah, terlibat dalam tawuran, penggunaan obat-obat
terlarang, dan bentuk-bentuk tindakan criminal lainnya, seperti perampokan bus
kota dan sebagainya. Inilah anak-anak yang bukan hanya tidak memiliki kebajikan
(righteous-ness) dan inner beauty dalam karaketrnya, tetapi malah
mengalami kepribadian terbelah (split personality)
Sekolah
menjadi seolah tidak berdaya menghadapi kenyataan ini. Menghadapi berbagai
masalah berat menyangkut kurikulum yang overload, fasilitas yang tidak
memadai, kesekahteraan guru dan tenaga kependidikan yang rendah, sekolah seolah
kehilangan relevansinya dengan pembentukan karakter. Sekolah, sebagai
konsekuensinya, lebih merupakan sekadar tempat bagi transfer of knogledge daro
pada character building.
Pembentukan
dan pendidikan karakter melalui sekolah merupakan usaha mulia yang terdesak
untuk dilakukan. Bahkan, kalau kita berbicara tentang masa depan, sekolah
bertanggung jawab bukan hanya mencetak peserta didik yang unggul dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi, tetapi juga dalam karakter dan kepribadian. Dan hal
ini relevan dan kontekstual bukan hanya di Negara-negara yang tengah mengalami
krisis karakter seperti Indonesia, tetapi juga bagi Negara-negara maju.[1]
Usaha
pembentukan dan pendidikan karakter melali sekolah, bisa dilakukan setidaknya melalui
pendekatan, sebagai berikut:
1.
Menerapkan pendekatan modeling atau exemplary
atau uswah hasanah.
Yakni mensosialisasikan dan membiasakan lingkungan sekolah untuk
menghidupkan dan menegakkan nilai-nilai akhlak dan moral yang benar melalui
model atau teladan. Setiap guru dan tenaga kependidikan lain dilingkungan
sekolah hendaklah mampu menjadi uswah hasanah bagi setiap peserta didik.
Mereka juga harus terbuka dan siap untuk mendiskusikan dengan peserta didik
tentang berbagai nilai yang baik tersebut.
2.
Menjelaskan atau mengklarifikasikan kepada peserta
didik secara terus menerus tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk.
Usaha ini bisa bibarengi pula dengan langkah-langkah:
a.
member penghargaan danmenumbuhsuburkan nilai-nilai
yang baik
b.
mengecam dan mencegah berlakunya nilai-nilai yang buruk
c.
menegaskan nilai-nilai yang baik dan buruk secara
terbuka dan kontinu
d.
member keempatan kepada peserta didik untuk memilih
sebagi alternative sikap dan tindakan berdasarkan nilai
e.
melakukan pilihan secara bebas setelah menimbang
dalam-dalam berbagai konsekuensi dari setiap pilihan dan tindakan
f.
membiasakan bersikap dan bertindak atas niat dan
prasangka baik (husn al-zhan) dan tujuan-tujuan ideal
g.
membiasakan bersikap dan bertindak dengan pola-pola
yang baik yang diulangi secara terus menerus dan konsisten
3. Menerapkan
pendidikan bernasis karater (character-based education).
Hal
ini bisa dilakukan dengan menerapakan character-based approach ke dalam
setiap mata pelajaran yang ada di samping mata pelajararan-mata pelajaran
khusus untuk pendidikan karakter, seperti pelajaran agama, sejarah, Pancasila,
dan sebagainya. Memandang kritik terhadap mata pelajaran terkhir ini, maka
perlu silakukan reorientasi baik dari segi isi/muatan dan pendekatan, sehingga
mereka tidak hanya menjadi verbalisme dan sekedar hafalan, tetapi betul-betul
berhasil membantu pembentukan karakter. Wallahu a’lam bi al-shawab
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
Isu Isu Actual
Tentang Kirikulum 2013 Di Indonesia
Rencana
penerapan Kurikulum 2013 dinilai masih mentah. Masih banyak detil kolaborasi
rencana konseptual dan praktik yang belum jelas, bahkan cenderung merugikan
para pengajar dan siswa sendiri.
Pemerintah tak perlu terburu-buru
untuk merealisasikan penerapan kurikulum baru dan menjadikan tahun ini sebagai
tahun uji coba. Setelah itu, pemerintah bisa melakukan evaluasi tahun depan
untuk memutuskan perlu atau tidaknya penerapan Kurikulum 2013.
2.
Pendidikan Karakter
Sekolah menjadi seolah tidak berdaya menghadapi
perilaku anak bangsa. Menghadapi berbagai masalah berat menyangkut kurikulum
yang overload, fasilitas yang tidak memadai, kesekahteraan guru dan
tenaga kependidikan yang rendah, sekolah seolah kehilangan relevansinya dengan
pembentukan karakter. Sekolah, sebagai konsekuensinya, lebih merupakan sekadar
tempat bagi transfer of knogledge daro pada character building.
B.
Saran
Semoga kita dapat mengambil hikmah dari apa yang telah kita
bahas bersama, tentang evaluasi pendidikan. Kami sadar bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah kami, dan kami sadar bahwa makalah kami
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Sholeh Hidayah, Pengembangan Kurikulum Baru, Bandung,
PT. Remaja Rosdakarya Offsed, 2013. Hlm: 120