Senin, 30 November 2015

ISU-ISU KURIKULUM TERKINI



ISU-ISU KURIKULUM TERKINI
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Pengembangan Kurikulum PAI
Dosen Pengampu: Mu’alimul Huda, M.Pd.I

Disusun oleh kelompok 11:
1.         Risalatul Umami                (1410110069)
2.         M. Humam Abdillah          (1410110070)
3.         Ristiana Nisa’                    (1410110074)
Kelas: B








 
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
          JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2015

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Kurikulum merupakan salah satu bagian penting terjadinya suatu proses pendidikan. Karena suatu pendidikan tanpa adanya kurikulum akan kelihatan amburadul dan tidak teratur. Hal ini akan menimbulkan perubahan dalam perkembangan kurikulum, khususnya di Indonesia. Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dan sekaligus digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pada berbagai jenis dan tingkat sekolah.
Sejak isu reformasi pendidikan digulirkan, maka banyak bermunculan gagasan-gagasan pembaharuan pendidikan. Reformasi sebagai sebuah gerakan yang memiliki perspektif sejarah politik monumental, karena era reformasi menjadi era pemerintahan substitusi pemerintahan orde baru. Tentunya gagasan reformasi pendidikan ini memiliki momentum yang amat mendasar dan berbeda dengan gagasan yang sama pada era sebelumnya.
Arah reformasi dalam mewujudkan pengembangan pendidikan terkait dengan kebijakan kurikulum adalah ikut diperbaharuinya kurikulum yang ada sebelumnya dari kurikulum 1994 diperbaharui menjadi kurikulum 2004 atau KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Selang dua tahun kemudian KBK pun telah mengalami pembaharuan kembali menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) atau kurikulum 2006, hingga kurikulum 2013.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana isu isu actual tentang kirikulum 2013  di indonesia?
2.      Bagaimana pendidikan karakter bangsa Indonesia?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Isu Isu Actual Tentang Kirikulum 2013  Di Indonesia
1.      Kurikulum 2013 Masih Mentah
Rencana penerapan Kurikulum 2013 dinilai masih mentah. Masih banyak detil kolaborasi rencana konseptual dan praktik yang belum jelas, bahkan cenderung merugikan para pengajar dan siswa sendiri.
Rencana peleburan sejumlah mata pelajaran di jenjang sekolah dasar, salah satunya, yang masih sulit diterima. Pengamat pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Suryadi menilai upaya peleburan tersebut akan menimbulkan masalah, terutama terkait keberadaan guru.
"Yang saya dengar melalui pemberlakuan kurikulum 2013 pada tahun ajaran 2013/2014 sejumlah mata pelajaran akan diintegrasikan atau dilebur, ini kemungkinan akan mengurangi jumlah guru, belum lagi guru yang didaulat mengajar akan kesulitan karena integrasi tersebut," ujar Suryadi saat dihubungi dari Jakarta, Senin (4/3/2013).
Memang, lanjutnya, sangat mudah melakukan integrasi isi pelajaran secara kontekstual. Namun, pada akhirnya, praktik di lapangan yang akan membuktikan keberhasilannya.
Suryadi tak yakin rencana peleburan tersebut bisa direalisasikan dengan mulus di sekolah meski Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah menetapkan rencana untuk melatih ribuan guru untuk menjadi guru inti atau master teacher. Menurutnya, waktu pelatihan guru-guru yang akan membimbing guru-guru lain di daerahnya itu terlalu singkat.
"Tahun ajaran baru semakin dekat, namun hingga saat ini belum terlihat pergerakan nyata. Selain itu arah dari kurikulum 2013 ini belum begitu bisa ditangkap, karena tidak jelas apakah pendidikan nantinya akan berbasis isi atau kompetensi, layaknya pendidikan yang selama ini berlangsung," tambahnya.
Menurutnya, pemerintah tak perlu terburu-buru untuk merealisasikan penerapan kurikulum baru dan menjadikan tahun ini sebagai tahun uji coba. Setelah itu, pemerintah bisa melakukan evaluasi tahun depan untuk memutuskan perlu atau tidaknya penerapan Kurikulum 2013.

2.      Kurikulum 2013 Belum Maksimal
Sebelumnya, Anggota Komisi X DPR RI Raihan Iskandar juga meminta pemerintah menunda sejenak implementasi kurikulum 2013 karena persiapan dan sosialisasi dari pemerintah dirasakan masih belum maksimal.
"Kalau mau sebaiknya ditunda sebentar saja penerapannya, agar kita bisa duduk kembali bersama-sama, saya yakin akan lebih bagus. Karena rasanya belum maksimal sosialisasinya," kata Raihan saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (2/3/2013).
Raihan mengatakan sosialisasi kurikulum 2013 yang belum maksimal tercermin melalui kunjungan kerja Komisi X ke Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan, di mana para tenaga pengajar baru mengerti mengenai rencana pergantian kurikulum, namun belum memahami secara detail isi dari kurikulum baru itu sendiri.
"Mereka hanya mengerti ada pergantian kurikulum, tapi soal isinya belum dikuasai. Jadi baru tahu ’kulit’-nya saja," tandasnya.

3.      Isu Mengenai Pencabutan Kurikulum 2013
Praktisi pendidikan dari Universitas Negeri Malang, Jawa Timur, Suko Wiyono, menilai kebijakan pencabutan kurikulum 2013 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan merupakan diskriminasi dalam dunia pendidikan. Pasalnya, kebijakan itu tidak diterapkan kepada seluruh sekolah."Saya menyayangkan kebijakan pemerintah pusat yang mencabut kurikulum 2013 ini, apalagi hanya diberlakukan bagi sekolah yang belum menerapkan atau yang baru menerapkan (semester pertama) saja. Sedangkan sekolah yang sudah berjalan selama tiga semester bisa melanjutkannya karena dianggap sumber daya manusia (SDM)-nya sudah siap dan mumpuni," ujar Suko Wiyono, Rabu (17/12/2014), seperti dikutip Antara.Menurut dia, ketidakmerataan pemberlakuan kurikulum tersebut memicu diskriminasi dalam dunia pendidikan karena ada sekolah yang dipaksa kembali memberlakukan kurikulum 2006 (KTSP).

4.      Kegagalan Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 dinilai mulai diragukan efektivitasnya. Ada beberapa hal penting yang patut diperhatikan.
a. Guru tidak siap mengajarkan kurikulum ini.
b.  Kedua, infrastruktur kurikulum belum tersedia sepenuhnya.
Hal lain yang berpotensi akan mempengaruhi penerapan kurikulum ini adalah pergantian rezim di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pasca pemilihan presiden (Pilpres) 2014. Kurikulum yang secara serentak diberlakukan mulai tahun ajaran 2014/2015 di semua jenjang sekolah, mulai dasar hingga menengah ini dinilai terlalu dipaksakan untuk diterapkan.
Berbagai masalah muncul ketika banyak sekolah mengeluh karena belumtersedianya buku paket untuk murid maupun pegangan guru. Masalah lainnya adalah minimnya kesiapan guru dalam menerapkan kurikulum ini karena banyak guru yang belum mendapat pelatihan

B.       Pendidikan Karakter
Krisis dalam karaketr bangsa, sedikit banyak juga terkait dengan semakin tiadanya harmoni dalam keluarga. Banyak keluarga mengalami disorientasi bukan hanya karena krisis ekonomi, tetapi juga Karen aserbuan globalisasi nilai-nilai dan gaya hidup yang tidak selalu kompatibel dengan nilai-nilai dan norma-norma agama, social-budaya nasional dan local Indonesia.
Akibatnya, tidak heran kalau banyak anak yang keluar dari keluarga dan rumah tangga hampir tidak memiliki karakter. Banyak di antara anak-anak yang alim dan bajik di rumah, tetapi nkal di sekolah, terlibat dalam tawuran, penggunaan obat-obat terlarang, dan bentuk-bentuk tindakan criminal lainnya, seperti perampokan bus kota dan sebagainya. Inilah anak-anak yang bukan hanya tidak memiliki kebajikan (righteous-ness) dan inner beauty dalam karaketrnya, tetapi malah mengalami kepribadian terbelah (split personality)
Sekolah menjadi seolah tidak berdaya menghadapi kenyataan ini. Menghadapi berbagai masalah berat menyangkut kurikulum yang overload, fasilitas yang tidak memadai, kesekahteraan guru dan tenaga kependidikan yang rendah, sekolah seolah kehilangan relevansinya dengan pembentukan karakter. Sekolah, sebagai konsekuensinya, lebih merupakan sekadar tempat bagi transfer of knogledge daro pada character building.  
Pembentukan dan pendidikan karakter melalui sekolah merupakan usaha mulia yang terdesak untuk dilakukan. Bahkan, kalau kita berbicara tentang masa depan, sekolah bertanggung jawab bukan hanya mencetak peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga dalam karakter dan kepribadian. Dan hal ini relevan dan kontekstual bukan hanya di Negara-negara yang tengah mengalami krisis karakter seperti Indonesia, tetapi juga bagi Negara-negara maju.[1]
Usaha pembentukan dan pendidikan karakter melali sekolah, bisa dilakukan setidaknya melalui pendekatan, sebagai berikut:
1.      Menerapkan pendekatan modeling atau exemplary  atau uswah hasanah.
Yakni mensosialisasikan dan membiasakan lingkungan sekolah untuk menghidupkan dan menegakkan nilai-nilai akhlak dan moral yang benar melalui model atau teladan. Setiap guru dan tenaga kependidikan lain dilingkungan sekolah hendaklah mampu menjadi uswah hasanah bagi setiap peserta didik. Mereka juga harus terbuka dan siap untuk mendiskusikan dengan peserta didik tentang berbagai nilai yang baik tersebut.
2.      Menjelaskan atau mengklarifikasikan kepada peserta didik secara terus menerus tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk.
Usaha ini bisa bibarengi pula dengan langkah-langkah:
a.       member penghargaan danmenumbuhsuburkan nilai-nilai yang baik
b.      mengecam dan  mencegah berlakunya nilai-nilai yang buruk
c.       menegaskan nilai-nilai yang baik dan buruk secara terbuka dan kontinu
d.      member keempatan kepada peserta didik untuk memilih sebagi alternative sikap dan tindakan berdasarkan nilai
e.       melakukan pilihan secara bebas setelah menimbang dalam-dalam berbagai konsekuensi dari setiap pilihan dan tindakan
f.       membiasakan bersikap dan bertindak atas niat dan prasangka baik (husn al-zhan) dan tujuan-tujuan ideal
g.      membiasakan bersikap dan bertindak dengan pola-pola yang baik yang diulangi secara terus menerus dan konsisten
3.      Menerapkan pendidikan bernasis karater (character-based education).
            Hal ini bisa dilakukan dengan menerapakan character-based approach ke dalam setiap mata pelajaran yang ada di samping mata pelajararan-mata pelajaran khusus untuk pendidikan karakter, seperti pelajaran agama, sejarah, Pancasila, dan sebagainya. Memandang kritik terhadap mata pelajaran terkhir ini, maka perlu silakukan reorientasi baik dari segi isi/muatan dan pendekatan, sehingga mereka tidak hanya menjadi verbalisme dan sekedar hafalan, tetapi betul-betul berhasil membantu pembentukan karakter. Wallahu a’lam bi al-shawab



BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
1.      Isu Isu Actual Tentang Kirikulum 2013  Di Indonesia
Rencana penerapan Kurikulum 2013 dinilai masih mentah. Masih banyak detil kolaborasi rencana konseptual dan praktik yang belum jelas, bahkan cenderung merugikan para pengajar dan siswa sendiri.
Pemerintah tak perlu terburu-buru untuk merealisasikan penerapan kurikulum baru dan menjadikan tahun ini sebagai tahun uji coba. Setelah itu, pemerintah bisa melakukan evaluasi tahun depan untuk memutuskan perlu atau tidaknya penerapan Kurikulum 2013.
2.      Pendidikan Karakter
Sekolah menjadi seolah tidak berdaya menghadapi perilaku anak bangsa. Menghadapi berbagai masalah berat menyangkut kurikulum yang overload, fasilitas yang tidak memadai, kesekahteraan guru dan tenaga kependidikan yang rendah, sekolah seolah kehilangan relevansinya dengan pembentukan karakter. Sekolah, sebagai konsekuensinya, lebih merupakan sekadar tempat bagi transfer of knogledge daro pada character building.  
B.       Saran
Semoga kita dapat mengambil hikmah dari apa yang telah kita bahas bersama, tentang evaluasi pendidikan. Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah kami, dan kami sadar bahwa makalah kami masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.





DAFTAR PUSTAKA

Sholeh Hidayah, Pengembangan Kurikulum Baru, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya Offsed, 2013. Hlm: 120


[1] Azyumardi Azra, Paradigma baru Pendidikan Nasional, Buku Kompas: Jakarta, 2002. Hlm: 171

Tidak ada komentar:

Posting Komentar